Di tengah udara sejuk dan hamparan pepohonan yang rimbun di wilayah Panjalu, Kabupaten Ciamis, terbentang sebuah danau yang tak hanya memesona secara visual, tetapi juga menyimpan cerita panjang tentang sejarah, spiritualitas, dan kepercayaan masyarakat Sunda.Â
Nama danau ini adalah Situ Panjalu; sebuah tempat yang oleh masyarakat setempat dianggap suci dan penuh berkah.
Situ Panjalu bukanlah sekadar destinasi wisata alam biasa. Di tengah-tengah danau ini berdiri sebuah pulau kecil bernama Nusa Gede, tempat disemayamkannya tokoh suci yang begitu dihormati: Prabu Hariang Kancana, raja terakhir Kerajaan Panjalu.Â
Setiap tahunnya, ribuan peziarah datang untuk mengikuti Tradisi Nyangku, sebuah ritual kuno yang masih lestari hingga kini, membersihkan benda-benda pusaka kerajaan sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur.
Tapak Kerajaan Tua di Tengah Danau
Kerajaan Panjalu diyakini berdiri sejak abad ke-7, jauh sebelum Kerajaan Galuh berdiri di Tatar Sunda. Dikenal juga sebagai Kerajaan Panjalu atau Kadatuan Panjalu, wilayah ini memiliki sejarah panjang yang berkaitan dengan penyebaran agama Islam di tanah Sunda.
Tokoh sentral dalam sejarah ini adalah Prabu Borosngora, seorang raja yang dikenal sakti mandraguna dan menjadi penyebar Islam pertama di wilayah Panjalu setelah berguru ke Mekkah.Â
Ia digantikan oleh putranya, Prabu Hariang Kancana, yang menurut legenda, menangis kehilangan ayahnya dan tangisan itulah yang kemudian dipercaya membentuk Situ Panjalu.
Misteri dan Aura Sakral Situ Panjalu
Masyarakat sekitar percaya bahwa Situ Panjalu bukanlah danau biasa. Airnya dianggap suci dan penuh keberkahan. Bahkan, hingga kini banyak yang membawa pulang air danau dalam botol kecil sebagai "air berkah".