Di era digital, berbagi pengalaman kuliner menjadi kebiasaan banyak orang. Mulai dari food vlogger, blogger, hingga pengguna media sosial biasa, semua berlomba-lomba memberikan ulasan tentang makanan yang mereka cicipi.Â
Namun, pernahkah kita berpikir bahwa kejujuran dalam review makanan bukan sekadar opini, tetapi juga bisa bernilai ibadah?
Kejujuran dalam Islam: Amanah dalam Setiap Ucapan
Kejujuran adalah prinsip utama dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa kepada surga. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa kepada neraka." (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam konteks review makanan, kejujuran adalah amanah yang harus dijaga. Jika sebuah makanan lezat, mengatakan yang sebenarnya akan membantu usaha kuliner berkembang dan memberikan informasi yang bermanfaat bagi orang lain.Â
Sebaliknya, jika rasa makanan kurang sesuai, mengungkapkannya dengan cara yang baik dan objektif juga merupakan bentuk tanggung jawab sosial.
Pengalaman Pribadi: Kejujuran yang Berbuah Berkah
Saya pernah mengalami sendiri bagaimana kejujuran dalam review makanan membawa berkah, baik bagi saya maupun pemilik usaha kuliner.
Suatu hari, saya mencoba sebuah kedai makanan baru yang menawarkan menu khas daerah. Saya sangat antusias karena makanan tersebut cukup populer di media sosial. Sayangnya, ketika mencicipinya, saya merasa ada yang kurang dalam bumbunya, dan teksturnya agak berbeda dari ekspektasi.
Alih-alih memberikan review negatif dengan nada menjatuhkan, saya memilih menulis ulasan dengan jujur namun tetap sopan. Saya menyampaikan bahwa secara keseluruhan makanan ini memiliki potensi besar, tetapi mungkin perlu sedikit penyesuaian pada bumbu agar lebih terasa otentik.