Tak ada yang Kebetulan, Ada maksud dari Setiap SkenarioNya
Ketika pertama kali melangkahkan kaki ke dalam dunia pendidikan, saya tidak pernah membayangkan takdir akan membawa saya sejauh ini.Â
Berbekal semangat muda dan impian melanglang buana, saya memulai karier sebagai guru bahasa asing di sekolah-sekolah bergengsi, termasuk di boarding school dan sekolah internasional. Dunia yang gemerlap dengan prestasi akademik, persaingan ketat, dan cita-cita tinggi memenuhi keseharian saya.Â
Namun, setiap kali saya mencoba menjauh, entah bagaimana, jalan hidup selalu membawa saya kembali ke sebuah tempat yang begitu berbeda: sekolah khusus untuk anak-anak berkebutuhan khusus.
Awalnya, saya berpikir ini hanyalah kebetulan. Mungkin tak ada salahnya menerima tawaran mengajar bahasa di sekolah khusus disela jadwal kosong. Namun, semakin lama berada di tengah-tengah mereka, semakin kuat ikatan yang terjalin di hati.Â
Ada yang berbeda dari senyuman mereka, dari tatapan mata yang penuh kejujuran dan ketulusan. Di sini, prestasi bukan diukur dari angka-angka di atas kertas, melainkan dari keberanian mereka mencoba, dari keteguhan hati mereka melawan keterbatasan, dan dari tawa yang muncul setelah perjuangan panjang.
Saya teringat pada suatu hari ketika mendampingi seorang siswa tunarungu yang tiba-tiba menangis tersedu-sedu. Dengan keterbatasan komunikasi, ia mencoba mengungkapkan rasa sedih dan kecewa terhadap kondisinya.Â
Hati saya tersayat mendengarnya. Saat itulah saya menyadari, lebih dari sekadar guru, mereka membutuhkan sahabat, pendengar yang setia, dan seseorang yang percaya bahwa mereka bisa melampaui keterbatasan itu.Â
Dalam isak tangisnya, saya mengajaknya bercermin untuk melihat betapa cantiknya ia, menunjukkan betapa sayangnya orang tuanya kepadanya. Saya memeluk dan mengajaknya untuk bersyukur dan melihat potensi besar yang dimilikinya. Kami terus berjuang bersama, mencari cara agar ia lebih optimis dan percaya diri.
Pengalaman-pengalaman seperti itu semakin memperkuat niat saya untuk belajar lebih dalam tentang pendidikan khusus. Saya pun memutuskan untuk melanjutkan studi di bidang ini.Â
Tidak sedikit orang yang mempertanyakan keputusan saya. "Mengapa meninggalkan peluang karier yang cukup gemilang?"Apalagi gaji yang saya dapat dari mengajar disana jauh dari upah minimum kala itu.Â