Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Beragamalah dengan Damai

24 September 2021   11:54 Diperbarui: 24 September 2021   12:03 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejarah mencatat bahwa peristiwa bom Bali 2002 adalah peristiwa terorisme Indonesia yang paling dramatis. Peristiwa yang terjadi 19 tahun lalu itu dikenang tidak saja karena jumlah korban meninggal, namun juga karena sebagian besar korban adalah warga asing ( mancanegara) meskipun ada korban orang lokal (Indonesia). Banyaknya korban orang asing adalah simbol bahwa para pelaku amat memusuhi pihak berbeda keyakinan dengan mereka.

Bom Bali yang merupakan bom mobil direncanakan dan dilakukan dengan kebencian terhadap ras tertentu ( warga asing). Kebencian itu dipupuk karena fanatisme terhadap agama yang berlebihan dan kemudian menghalalkan segala cara untuk melampiaskan kebencian tersebut.

Niat untuk 'menghancurkan dan membunuh' orang asing itu sangat bulat di benak para pelaku karena mereka sampai mencari uang sebagai modal membeli mobil bekas dan bahan perakit bom dari uang hasil merampok toko emas di daerah Jawa Barat. Niat radikal yang berasal dari fanatisme berlebihan itu juga nampak pada saat mereka merakit bom mobil di Jawa Timur yang menjadikan bom itu punya daya ledak tinggi.

Mereka mungkin tidak pernah berfikir bahwa bom dahsyat itu juga akan mencelakai dan membunuh saudara-saudara mereka yang berkeyakinan sama: seperti para sopir mobil rental yang mengantar para turis asing tersebut, petugas keamanan dan koki yang bekerja untuk kafe tersebut dan lainnya. Keluarga para korban orang lokal itu begitu sangat menderita karena tempat bergantung hidupnya tidak ada lagi.

Bagaimanapun radikalisme dan fanatisme berlebihan adalah musuh agama dan negara. Negara manapun di dunia akan menentang radikalisme karena akan menganggu tata kehidupan bermasyarakat dan kemudian akan menjadi beban bagi cita-cita bangsa dan negara.

Agama, bahkan semua agama akan selalu mengajarkan pertengahan yang adil dan cenderung menghindari fanatisme berlebihan karena cenderung akan menimbulkan intoleransi dan radikalisme. Seperti para pelaku bom bali yang memahami dan menjalankan agama secara fanatik akhirnya punya solusi salah soal membela agama.

Beragamalah dengan damai. Teladani Nabi yang kebesaran hati dan jiwa dalam menjalankan agama Islam. Kita bisa menyaksikannya dalam keseluruhan kisah hidup beliau. Jadi stop fanatisme dan beragamalah dengan santun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun