Semalam, sepulang bekerja, saya menyempatkan diri mengisi bahan bakar untuk motor saya. Biasanya saya memilih bahan bakar jenis Pertalite. Namun, karena antrean di bagian ini sangat panjang dan saya ingin cepat-cepat sampai di rumah, akhirnya saya berpindah tempat ke bagian Pertamax. Dan terbukti, pilihan saya untuk berpindah tempat hanya memakan waktu relatif singkat. Dengan jumlah antrean yang hanya empat kendaraan, akhirnya saya melanjutkan perjalanan pulang tanpa memakan waktu lebih lama.Â
Saya sebenarnya bukan masyarakat yang berkelebihan uang---yang mampu mengisi kendaraannya selalu dengan Pertamax seharga Rp. 12.500 itu. Hanya saja, demi mempersingkat waktu antrean, mau tidak mau saya memilih opsi tersebut. Jadi istilahnya sekali-sekali lah ngisi 'bensin' pakai Pertamax.Â
Dan sekarang jika misalnya pemerintah akan memberlakukan kebijakan kepada masyarakat terkait cara pembelian bahan bakar untuk kendaraan mereka melalui aplikasi Mypertamina, saya setuju saja. Asalkan itu demi kenyamanan masyarakat dan sebagai salah satu cara pemerintah untuk mengontrol pemakaian APBN. Ya silakan saja.Â
Toh sekarang ini masyarakat yang mampu memiliki kendaraan bermotor pun hampir dipastikan mampu juga memiliki ponsel yang bisa men-download aplikasi tersebut.Â
Entah nanti mekanismenya seperti apa, saya harap pemerintah benar-benar telah matang memikirkan penerapan pembelian bahan bakar bersubsidi melalui aplikasi MyPertaminai ini.Â