Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi dan anak-anak. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekotak Biskuit di Bangku Peron

25 Januari 2021   15:30 Diperbarui: 25 Januari 2021   15:38 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku tergopoh-gopoh memasuki stasiun kereta, padahal area loket penjualan tiket tampak lengang. Sebab, memang bukan untuk itu alasan yang membuatku berjalan hingga setengah berlari. Tetapi aku sedang mengincar sekotak biskuit cokelat yang hanya tersedia di kontener snack di ujung ruang area loket. Ia termasuk jajanan langka. 

Padahal harganya murah saja, aku cukup memasukkan tiga lembar uang lima ribuan ke dalam lubang pipih yang tersedia di bagian atas kontener, lalu memencet tombol bergambar snack yang aku mau, kemudian ... taraa! Keluarlah sekotak biskuit cokelat lezat yang aku idam-idamkan.

Bunyi berisik di bagian bawah kontener menandakan biskuit cokelat yang aku pilih telah mendarat dengan selamat dan siap untuk aku bawa. Segera aku masukkan ia ke dalam tas rajut berwarna biru tua yang kujinjing dari rumah. Hmm, aku menuliskan ini kalian bisa membayangkan bukan?

Setelah berhasil mendapatkan biskuit cokelat itu, dengan langkah ringan aku membeli tiket kereta. Aku memilih jarak tempuh yang dekat saja, sebab aku hanya ingin menghabiskan suasana kota yang semakin redup ini dengan naik kereta.

Jika kalian mengira aku manusia iseng, yaa ... memang begitulah aku. 

Aku membaca waktu kedatangan kereta pada tiket yang telah kubeli: 16.45. Itu berarti sepuluh menit lagi calon kereta yang akan aku tumpangi datang. Bagiku, itu waktu yang lumayan cukup untuk sekadar menaruh bokong di bangku peron. Sebenarnya aku sudah tak sabar untuk menikmati sensasi ruang memanjang yang suka bergoyang ke kiri ke kanan, terkadang ke atas-bawah dengan hentakan yang cepat itu membawa tubuhku. Hei, aku bicara tentang gerbong kereta, ya! 

Aku lalu mengedarkan pandangan ke area peron di depanku. Bangku peron rata-rata terisi dengan orang-orang yang asyik dengan gawai masing-masing. Begitu juga tepat di samping kananku, seorang pemuda berbalut kain jins belel dari pundak hingga mata kaki tengah menyumpal kedua daun telinganya dengan benda berwarna putih dengan kabel warna senada yang menjuntai dan tersambung dengan bagian atas gawainya. Tampak sama saja dengan orang-orang yang lain. Hanya saja yang membedakan, bangku di sebelah pemuda itu kosong.

 Baiklah, sebelum keretaku tiba, aku akan duduk di sebelahnya. Sepertinya tidak akan terjadi apa-apa. 

Baru saja aku mengempaskan bokong di bangku, aku iseng melirik ke arah pemuda dengan daun telinga tersumpal benda putih itu. Astaga! Bagaimana bisa biskuit cokelat dalam tasku kini berada dalam genggamannya? Malah dengan santainya dia membuka bungkusnya lalu menjumput satu keping kemudian memasukkan potongan renyah bersalut cokelat itu ke dalam mulutnya. 

Dasar pemuda tak beradab!

Masih terus aku amati tingkahnya yang tanpa dosa itu. Sekeping lagi diambilnya biskuit dengan tangan kanannya. Lalu sekeping lagi, lagi, dan lagi hingga genap lima keping biskuit cokelat berhasil dia lenyapkan. Sedangkan tangan kirinya tetap memegang gawai yang entah apa yang dikerjakan sehingga jempolnya tak pernah berhenti bergerak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun