Mohon tunggu...
Ahmad Nugraha Putra
Ahmad Nugraha Putra Mohon Tunggu... Jurnalis - Belajar nulis

Apa cuma saya, atau di luar sana tengah menggila...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tindakan Inkonstitusional dalam Perlindungan Anak Saat Pandemi

28 Agustus 2020   20:28 Diperbarui: 28 Agustus 2020   20:56 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pelayanan Kesehatan Indonesia Berorientasi Pasar Bebas (?)

Selama penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia, negara dinilai inkonstitusional terkait perlindungan hak anak yang kian tercedera. Hal ini terkait tidak pekanya pemerintah terhadap pemenuhan hak-hak anak yang diamanatkan pasal 28 H Jo Pasal 34 UUD 1945.

Demikian ditegaskan Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perisai Keadilan Medan, Ariffan, SH terkait hak anak pada momen Hari Anak Nasional pada 23 Juli. "Berdasarkan hirarki perundang-undangan itu, negara punya andil melindungi dan memenuhi hak dasar rakyat tanpa syarat dan dalih apapun. Ada upaya kapitalis mempermainkan hak konstitusional rakyat dengan dalih orientasi bisnis," ujarnya, Senin (27/7).

Ia menilai, pandemi ini membuat hak anak dikesampingkan. Seperti hasil temuan untuk biaya uji cepat atau rapid test antara Rp250 ribu hingga Rp550 ribu, harga ini dinilai mahal sementara kebutuhan anak untuk uji cepat untuk berbagai kepentingan cukup tinggi. Bahkan beberapa rumah sakit swasta mematok harga mahal dan di luar kewajaran. "Rumah sakit menjadi objek bisnis," ujarnya.

Walaupun ada ketentuan Kementerian Kesehatan HK.02.02/I/2875/2020 tentang batasan tarif tertinggi uji cepat Rp150 ribu, tetap saja biaya uji cepat melebihi nilai tarif tertinggi yang ditentukan. Maka peran pengawasan pemerintah dipertanyakan. "Mengacu UUD pasal 28 H seharusnya semua beban biaya uji cepat harusnya menjadi beban dan tanggung jawab negara dalam hal ini pemerintah," tukasnya.

Ia menilai, uji cepat berbayar yang dilakukan rumah sakit swasta maupun pemerintah sebagai masalah serius. Dalam konteks landasan politik hukum kesehatan, jelas kesehatan adalah hak masyarakat dan negara memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak berdasarkan UUD 1945.

"Apalagi dalam kondisi darurat Covid-19, sangat tidak konstitusional dan tidak manusiawi, jika pelayanan kesehatan dibiarkan masuk dalam mekanisme pasar bebas," tandasnya.

Uji cepat merupakan seruan pemerintah sebagai keadaan darurat bencana. Seharusnya, sebutnya, pemerintah membantu masyarakat mengetahui kondisi kesehatan. Namun uji cepat berbayar. "Pelayanan kesehatan di Indonesia masuk dalam pasar bebas yang berjiwa kapitalisme. Pemerintah dinilai gagal menunjukkan nurani dalam keadaan darurat bencana Covid-19 yang berdampak dalam konteks kesehatan, sosial dan ekonomi yang kian terpuruk," urainya.

Ia menjelaskan, seharusnya berdasarkan instrumen hukum yang ada, presiden bisa menerbitkan kebijakan menggratiskan layanan uji cepat bagi masyarakat membutuhkan. "Rapid test berbayar adalah tindakan yang tidak konstitusional, dikarenakan pelayanan kesehatan adalah tanggung jawab negara. Negara harus bersikap aktif dan tidak boleh melepaskan tanggung jawab kedarurat Covid-19 pada mekanisme pasar bebas yang kapitalis," jelasnya.

Fakta menarik lainnya, yaitu tidak adanya upaya otoritas terkait dalam hal ini Gugus Tugas Covid-19 untuk merehabilitasi nama baik pasien yang ternyata bukan meninggal akibat positif Covid-19. Permasalahan itu dinilai jelas mencederai HAM khususnya hak anak.

"Padahal stigmatisasi  ini akan terus terpatri di benak keluarga, anak-anak yang ditinggalkan bahwa keluarga mereka yang meninggal sebagai pasien Covid-19. Negara punya tanggung jawab untuk merehabilitasi nama baik pasien pasien yang ternyata meninggal bukan karena pandemi ini," tandasnya.
Dinilai perlu segera membentuk tim pemantau implementasi uji cepat Covid-19, agar hak anak dan masyarakat terlindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun