Dunia sepakbola berduka.
Berita yang dikesankan kerusuhan Arema FC vs Persebaya Surabaya dan konon menjadi sebuah peristiwa paling kelam untuk sepakbola Indonesia.
Versi akar rumput = tidak ada kerusuhan, sebab penonton yang ada itu adalah Aremania yang terkenal tertib dan damai, salam satu jiwa adalah slogan yang meluas. Sementara, suporter Bonekmania dari Surabaya juga tidak ada di tempat, sebab sudah dilarang hadir karena ada kejadian di Stadion Sidoarjo sebelumnya. Lihat link:
Supoter Bonekmania di Sidoarjo 29 September 2022
Namun, pada kenyataannya memang banyak jatuh korban di Malang tersebut. Dengan korban terus bertambah hingga dikabarkan sampai 153 orang meninggal dunia, maka kekacauan di Stadion Kanjuruhan itu pun bisa dikatakan menjadi tragedy sepakbola paling mematikan kedua di dunia setelah di Peru pada tahun 1964 dengan korban 328 orang. Penyebab kala itu, gol Peru dianulir oleh hakim, ketika melawan Argentina dalam laga Piala Dunia.
Kembali ke Malang, kota yang saya sering hilir mudik ke sana, Aremania sudah terkenal solid dan tidak anarkis. Entah mengapa dalam hal ini diwartakan ricuh.
Seperti yang diwartakan secara umum , laga Arema vs Persebaya berakhir ricuh di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu 1 Oktober 2022 malam WIB.
Konon hal itu bermula dari para suporter yang masuk ke lapangan karena kecewa Arema takluk 2-3 dari Persebaya.
Versi akar rumput: warta dari akar rumput mengatakan, bahwa yang ke lapangan hanya segelintir orang, namun tiba-tiba ada tembakan gas air mata ke tribun semua sektor. Kemudian berdengung bahwa pintu akan ditutup. Maka meluaplah kerumunan supoter lari ke lapangan untuk menghindari gas air mata.
Warta lain mengatakan bahwa kerusuhan antara suporter yang masuk ke lapanagn dan petugas keamanan pun terhindar. Gas air mata lantas dilepaskan polisi untuk mengatur situasi. Namun, gas air mata justru membuat suporter panik dan segalanya semakin kacau.