Bersuci dari hadas dan najis dalam ilmu fiqih disebut thaharah. Bebersih, itu kata urang Sunda kalau menterjemahkan apa yang dinamakan bersuci. Bersuci bukan berarti orangnya lantas menjadi Holyman alias manusia suci, namun maksudnya adalah bersih dari kotoran yang dikategorikan sebagai najis atau hadas yang artinya ya kurang lebih juga kotoran.
Kalau dikaji lebih jauh, thaharah / bersuci secara bahasa ya sama juga berarti membersihkan atau membebaskan diri dari najis dan kotoran.
Secara istilah atau definitif yang dimaksud thaharah adalah bersuci dengan air ataut debu dengan tujuan menghilangkan segala hadas di tubuh sebelum menunaikan sholat dan ibadah lainnya yang mengharuskan kita dalam keadaan suci.
Jadi, thaharah adalah bersuci untuk menghilangkan segala kotoran baik di badan, pakaian ataupun tempat ibadah agar sholat serta ibadah seorang muslim menjadi sah. Sah artinya memenuhi kaidah fiqh atau syariat, sehingga ibadah yang dilakukan tidak ngawur namun memedomani aturan di tata cara ibadah yang sesuai syariah.
Makna Spiritual
Makna ragawi sudah sangat jelas bahwa bersuci adalah membersihkan diri sesuai dengan aturan untuk beribadah kepada Allah.
Lantas bagaimana makna non ragawi dan atau meta ragawi alias spiritual? Ternyata hidup mati ibadah semua hanyalah untuk Allah, dan sejatinya kita hidup ini adalah juga bagian dari ibadah. Maka bersuci pun menjadi wajib untuk dilaksanakan seumur hidup, sambung menyambung kalau kotor ya dibersihkan lagi.
Sama dengan ketika pagi hari kita mandi, pakai baju bersih, masuk mobil bersih, masuk kantor yang juga bersih. Namun sore hari bulnya kok kotor juga, harus mandi lagi, ganti baju, mobil dibersihkan, kantor dibersihkan, dan seterusnya.
Padahal bukankah tidak ada unsur kesengajaan dari kita untuk membuat badan kotor atau sarana prasarana kotor?
Namun semua akan kotor juga. Sehingga bersuci atau bebersih bukan berarti menyengaja kotor lantas dibersihkan, bahkan diam pun akhirnya kotor juga. Maka bersuci hendaknya dilakukan kontinyu, sebagaimana hukum alamiah bahwa diam pun kita juga bisa salah khilaf dosa salah lagi dan sejenisnya.