Ada ungkapan dalam bahasa jawa yang artinya adalah berlindung di balik kulit macan. Artinya ada orang yang bersikap berperilaku dengan menggunakan dalih kekuasaan, atau kalau dalam bahasa lugasnya adalah meminjam otoritas orang berkuasa untuk melakukan intimidasi atau menakut-nakuti atau membuat orang terbirit-birit karena takut melihat kulit kuasa sang macan. Bisa juga diterjemahkan menyalahgunakan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Di era digital ini, makna akan meluas dengan arti bahwa ada orang menggunakan identitas palsu untuk melakukan penipuan.
Bagaimana dalam konteks hukum pidana di negara kita?
Saya mencoba memberikan ilustrasi sederhana yakni ketika aksi penipuan marak dengan mengatasnamakan lembaga atau institusi tertentu, dengan merujuk kepada pejabat tertentu. Ada kemungkinan karena data informasi yang dikuasai penipu sangat detail dan mirip, maka penipu berada di lingkaran dalam penguasa dimaksud. Namun ada juga kemungkinan penipu mempelajari, atau kalau dalam bahasa sandi adalah pemetaan teritorial dan objek terpantau, sehingga identitas korban sudah ada di genggaman pelaku.
Bagaimana upaya hukum kita untuk mengatasi hal tersebut?
Maka dipastikan harus lapor polisi dan dokumen laporan dipegang untuk melihat tindak lanjut aparatur kepolisian.
Acuan hukumnya adalah sebagai berikut:
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang berbunyi:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Maka orang yang kekudhung walulang macan yang dimaksudkan untuk melakukan penipuan, harus dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Bagaimana hukum Islam mengatur masalah penipuan ini?
"Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka" (HR. Ibnu Hibban 2: 326. Hadits ini shahih sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Ash Shahihah no. 1058)