(3) Bantuan sewa rumah, biaya kesehatan, dihapus?
Menurut ini, dalam upah pekerja sudah ada variabel sewa rumah, termasuk kesehatan. Sehingga tidak ada kewajiban bagi pengusaha untuk, misal, membantu biaya angsuran BPJS, atau bantuan sewa rumah. Dulu ada proporsional, misalnya 5 % pegawai, 15% dari pengusaha. Nah, di aturan baru ini, negosiasi upah di depan menjadi penting. Sehingga nanti upah itu bersifat final, tidak ada kewajiban bagi pengusaha untuk "membantu" sewa rumah, atau angsuran biaya kesehatan BPJS.
Moralitas cerita : ini masih terus dicermati, benarkah demikian? Ada argumen lain mengemuka, apabila perusahaan ada mess/asrama/boarding, maka sewa rumah tidak ada dalam gaji. Apalagi jika ada bus antar jemput, maka bantuan transportasi juga bisa dihilangkan. Bagian Hubungan Industrial perlu menelusuri ini sehingga akan ada gambaran kongkret, bagaimana nantinya.
(4) Bagaimana jika ada aturan yang berbeda dengan Omnibus Law?
Menurut ini, jika ada aturan yang berbeda, maka mana yang menguntungkan pekerja, itu yang digunakan. Misal perusahaan memberikan asrama, sekaligus bantuan sewa rumah. Omnibus law hanya mewajibkan salah satu di antara itu. Maka pekerja atau pengusaha, boleh menerapkan yang menguntungkan pekerja tersebut.
Moralitas cerita: Hubungan Industrial, perlu lebih jeli dan teliti sehingga karyawan sejahtera, pengusaha maju berlaba, juga seimbang.
KONKLUSI : peredaran kontroversi wacana tentang Omnibus Law, sebenarnya menjadi tidak perlu, kalau informasi diberikan terang benderang. Jika mana perlu, melibatkan kalangan kampus dan mahasiswa untuk saling berkomunikasi, dan sosialisasi.
Semoga Indonesia semakin maju berkembang sejahtera rakyatnya, maju pengusaha, adil makmur mantap jiwa raganya.
Jangan lupa, sekolah yang penuh praktisi, berwawasan akademik tinggi, salah satunya adalah STIAMAK Barunawati. www.stiamak.ac.id
Ilmu dapat, kerja cepat, stiamak hebat. Ikut berkontribusi bagi negeri melalui program edukasi. (18.10.2020)