Mohon tunggu...
Dr. Nugroho SBM  MSi
Dr. Nugroho SBM MSi Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka menulis apa saja

Saya Pengajar di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Undip Semarang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dendam Trump untuk Hapuskan Obama Care

31 Oktober 2020   21:00 Diperbarui: 31 Oktober 2020   21:01 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum untuk memlih Preisiden AS akan dilaksanakan tanggal 3 Nopember 2020. Kandidatnya ada dua yaitu Petahana Domald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat. Meskipun belum terlaksana tetapi media massa di sana sudah menulis apa yang akan dilakkan Trump setelah tidak jadi Presiden AS. jadi menurut mereka Trump pasti kalah. Hal ini didasarkan hasil survai yang hampir semua memenangkan Joe Biden.

Namun tampaknya Donald Trump masih memendam dendam pada program Obama Care  yang di luncurkan oleh Presiden Obama dari Partai Demokrat. Berkali-kali Trump ingin menghapus Obama Care secara politik dan Hukum tetapi selalu gagal. Mengapa Trump ingin menghapus Obama Care? Karena ia berasal dari Partai Republik yang pro kepada pasar dan bisnis dan meminimalkan peran pemerintah. Sementara Obama yang menciptakan Obama Care berasal dari Partai Demokrat yanag pro kepada peran aktif pemerintah. Trump selalu menyebut Obama Care sebagai konsep sosialis, menurut dia urusan kesehatan seseorang adalah urusan pribadi ses uai konsep kapitalisme yang merupakan roh Partai Republik yang pro pasar.

Tampaknya Trump tak mau menyerah sampai titik darah penghabisan untuk menggagalkan Obama Care ini yaitu dengan menggugat lewat Mahkamah Agung. Untuk itu dia menguasai Mahkamah Agung dengan memilih hakim-hakim agung yang konservatif dan pro kepada Partai Republik dan itu berhasil karena senat memang dikuasai oleh Partai Republik. Ada 3 Hakim Agung yang konservatif yang dipilih Trump. Terakhir adalah Amy Conney Barret, yang sebenarnya dipilih menjelang "injury time" masa kepresidenan Trump. Tapi hal itu bisa dilakukan karena menurut hukum di AS plantikan Presiden terpilih mengambil waktu cukup lama dari pengumuman terpilihnya  yaitu 2 bulan 17 hari.

Mana yang lebih baik bagi Indonesia? Ada yang mengatakan lebih baik Trump yang menang karena dia pro pasar dibandingkan Joe Biden yang pro pemerintah sehingga kemungkinan Biden akan memproteksi lebih ketat produk Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun