Terlebih lagi sudah dipastikan salah satu Exco PSSI, Hidayat, juga terlibat dalam percobaan praktik match fixing antara PSS Sleman vs Madura FC. Â Tentunya kita semua berharap, melalui Hidayat PSSI bisa memulai memetakan dan menindaklanjuti para aktor pengaturan skor di tanah air, tidak berhenti dan menunggu laporan berikutnya. Â Setidaknya dimulai dengan 'membersihkan' para pengurus PSSI sendiri.Â
Selain itu, ada baiknya PSSI bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian dalam menginvestigasi dan menuntaskan mafia-mafia sepak bola ini. Â Menurut Gatot S Dewa Broto, Sesmenpora, UU No.11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana Suap bisa dijadikan landasan untuk memproses para pelaku pengaturan skor ini.
Tak hanya PSSI, tentunya kita harapkan para pelaku sepak bola, seperti para pemain, jajaran staf, manejemen klub, wasit dan panitia penyelenggara, harus berani menolak tawaran uang panas dari para tikus sepak bola ini. Â Apalagi memang yang menjadi incaran para bandar adalah klub-klub yang 'tidak sehat' keadaan ekonominya.
PSSI mungkin salah mendiami para pelaku bahkan menjadi pelaku match fixing ini, mungkin manajemen dan petinggi klub juga salah ketika tak membayar gaji para pemain sebagaimana mestinya, mungkin pemain atau perangkat pertandingan lain pun salah ketika mereka dengan senang hati menerima tawaran sejumlah uang. Â
Hanya menyalahkan PSSI atas tindak pengaturan skor di sepak bola negeri ini saya rasa tidak adil. Â Hal itu ibarat mengatakan seorang guru tidak bekerja dengan baik karena muridnya mencontek. Â Tak hanya PSSI, semuanya harus berbenah dan bersinergi, dimulai dari diri sendiri untuk mengenali, menolak, dan melaporkan, demi sepak bola Indonesia yang bersih dan lebih baik.
Muhammad Iqbal Nugraha
7 Desember 2018
*Penggemar sepak bola yang masih percaya akan kesuksesan sepak bola Indonesia*