Mohon tunggu...
Loner
Loner Mohon Tunggu... -

INFP, saya suka berpikir dan seni

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Api Pencerahan

2 Agustus 2016   16:36 Diperbarui: 2 Agustus 2016   16:43 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: theunboundedspirit.com


Bumi ini jika kita lihat dalam sudut pandang manusia, adalah alam yang sangat luas. Bahkan seumur hidup pun tak akan cukup untuk menjelajahi bumi yang indah dan penuh keunikan ini. Namun jika kita lihat dan bandingkan dengan alam semesta ini, maka bumi menjadi sangat kecil, bagaikan elektron yang ukuranya tak ada apa-apanya. Di dalam bumi yang sangat kecil ini, hiduplah manusia, manusia yang secara fisik jauh lebih kecil dari bumi, namun secara pikiran mampu menjangkau alam semesta yang sangat luas. Manusia, dengan fisiknya yang kecil dan lemah, namun pikiran dan akalnya yang kuat, tampil sebagai khalifah di bumi ini, 

menciptkan berbagai peradaban dan teknologi, yang mana hewan manapun tak mampu membuatnya. Dan di dalam bumi yang bagaikan elektron tersebut, muncul berbagai pemikiran manusia yang sangat majemuk dan luas, dari yang bodoh sampai genius, dan dari yang ateis sampai yang teis.     

Manusia dilahirkan dengan konstruksi otaknya masing-masing. Ada yang bodoh, sedang, pintar hingga jenius. Bidang yang dikuasainya pun beragam. Ada yang cerdas secara linguistik, kinestetik, estetik, spiritual, emosional, dan logika. Karena konstruksi otak dan kemampuan kecerdasan yang berbada tingkat dan jenisnya ini, manusia memiliki eksistensialnya masing-masing, yang menyebabkan pandangan hidup dari tiap manusia-manusia tersebut unik. Ada manusia yang super jenius, dan ia berpikir mendalam mengenai keberadaan Tuhan, dan dia berkesimpulan bahwa Tuhan tidak ada. 

Namun sebaliknya, banyak juga manusia super jenius menemukan Tuhan dengan kontemplasi mendalamnya. Begitupun dengan orang cerdas, sedang dan bodoh. Banyak orang yang mendapat pencerahan dengan melakukan suatu hal, namun orang lain dengan melakukan hal tersebut, belum mendapatkan pencerahan. Maka pencerahan, atau hidayah itu memang nyata adanya.     

Hidayah ibarat peletikan api kecil yang ukuranya siap membesar. Sebanyak apapun orang mengumpulkan kayu bakar, namun kalau belum memperoleh peletikan api kecil tersebut, ya kayu bakarnya tak akan menyala. Sebaliknya orang yang hanya mengumpulkan sedikit kayu bakar, namun mendapat peletikan kecil api hidayah, ya akan sadar dan tercerahkan, dan api nya menjadi semakin besar. Dan datangnya hidayah, atau peletikan kecil api itu, sifatnya ghaib, metafisik. Ia tidak rasional, tak masuk akal. Akal tak akan bisa menjangkau, tak akan mampu merunut. 

Orang barangkali bisa berkata " saya bisa membuktikan adanya Tuhan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan ", namun tetap saja si ateis bilang " akal saya mengatakan Tuhan tetap tidak ada ". Itu dapat terjadi karena sebenarnya akalnya si teis sudah mendapat pencerahan hidayah yang sifatnya ghoib tanpa ia sadari, jadi ia sudah tidak murni menggunakan akalnya, namun akalnya sudah dituntun oleh sesuatu yang lain, yaitu hidayah. Sedangkan akalnya si ateis memang belum mendapatkan pencerahan, sehingga memang belum dapat menjangkau Tuhan. 

Dan tentang pembuktian sains, sains hanyalah sebuah alat yang memberikan fakta, dan kemudian akhirnya manusia sendiri yang memanfaatkan fakta tersebut untuk menarik kesimpulan, apakah Tuhan itu ada atau tidak ada. Maka dalam penarikan kesimpulan ini, akan berbeda hasilnya antara orang yang mendapat hidayah dan yang belum. Bagi orang ateis, alam semesta tercipta karena hukum alam, law of physic. Akalnya tidak menerima gagasan siapa pencipta hukum alam tersebut. Sedangkan orang yang tercerahkan, maka akalnya akan menerima Pencipta hukum alam tersebut. 

Makanya sampai sekarang masih banyak orang ateis maupun teis. Mau seberapa banyak pun mereka berdiskusi, berargumen, tetap saja ada ateis dan teis. Maka dalam rangka menemukan Tuhan, tidak cukup hanya menggunakan akal. Diperlukan hidayah untuk menuntun akal menuju pencerahan dan bertemu Tuhan. Bersyukurlah orang yang menemukan Tuhan. (Disclaimer: Tulisan ini dibuat dalam sudut pandang orang yang mendapat peletikan api itu).[] 

                                                                                                                                                                                                                

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun