Kedelapan: Pengangkutan limbah medis yang terkontaminasi ke fasilitas sterilisasi juga dapat menimbulkan risiko. Ketidaktepatan dalam pengemasan atau pengangkutan limbah bisa memperbesar potensi penyebaran penyakit.
Penting untuk terus meningkatkan sistem manajemen limbah medis, baik dari segi kebijakan, infrastruktur, maupun pemahaman di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat. Limbah medis merupakan tantangan penting bagi fasilitas kesehatan, termasuk rumah sakit. Limbah medis yang tidak ditangani dengan benar dapat menjadi sumber infeksi dan bahaya bagi pasien, staf medis, serta masyarakat.
Limbah Rumah sakit di Indonesia
Indonesia memiliki sekitar 2.617 rumah sakit dan 352 rumah sakit bersalin yang tersebar di seluruh provinsi. Rata-rata limbah medis yang dihasilkan rumah sakit berkisar antara 55,7 -- 1.507 kg per hari, dengan peningkatan yang signifikan, terutama selama pandemi COVID-19. Pengelolaan limbah B3 di Indonesia masih tidak stabil dan mengalami penurunan 57% pada tahun 2019. Pengurangan limbah B3 medis adalah tanggung jawab pihak yang menghasilkan limbah tersebut. Pengurangan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara menghindari penggunaan material yang mengandung B3, mengelola bahan yang berpotensi membahayakan kesehatan dan lingkungan, menghindari penumpukan bahan kimia dan farmasi yang kedaluwarsa, serta melakukan perawatan rutin terhadap peralatan. Beberapa jenis limbah medis B3 dapat dimanfaatkan kembali setelah proses sterilisasi, seperti botol infus bekas dan jirigen plastik bekas cairan hemodialisis. Pemanfaatan kembali limbah medis B3 dapat mengurangi biaya operasional. Limbah medis B3 tajam, seperti syringe, jarum suntik, pecahan gelas, botol, ampul, atau silet, sebagian bisa dimanfaatkan kembali setelah disterilisasi, seperti botol dan ampul. Namun, pemanfaatan limbah ampul masih kurang mendapat perhatian.
Perlu diketahui : Menurut data Kemenkes pada tahun 2019, terdapat 2.877 rumah sakit di Indonesia. Namun, hingga November 2020, hanya 117 rumah sakit yang memiliki izin untuk mengolah limbah B3, dengan 111 rumah sakit menggunakan insinerator dan 6 rumah sakit menggunakan autoklaf.
Dengan jumlah rumah sakit yang memiliki izin untuk mengoperasikan insinerator yang masih terbatas dan jumlah penyedia jasa pengolahan limbah medis yang belum merata, limbah medis yang belum dikelola sesuai dengan regulasi perundang-undangan masih sangat banyak.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pengelolaan limbah medis dari fasilitas kesehatan perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait, baik pemerintah pusat maupun daerah. Tulisan ini  menyoroti tentang sterilisasi, apa dan bagaimana syterilisasi itu.
APA ITU STERILISASI ?
Sterilisasi dan disinfeksi adalah komponen dasar dalam kegiatan pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap hari, sejumlah rumah sakit melakukan berbagai prosedur bedah. Bahkan lebih banyak prosedur invasif dilakukan di berbagai fasilitas kesehatan. Alat medis atau instrumen bedah yang kontak dengan jaringan steril atau membran mukosa pasien selama berbagai proses berhubungan dengan peningkatan risiko pengenalan patogen ke dalam tubuh pasien.
 Selain itu, ada kemungkinan penularan infeksi dari pasien ke pasien, dari pasien atau ke petugas kesehatan, dan sebaliknya (misalnya, virus hepatitis B [HBV]); atau dari lingkungan ke pasien (misalnya, Pseudomonas aeruginosa. Acinetobacter spp.) melalui perangkat yang tidak disterilkan atau didesinfeksi dengan benar.