Mohon tunggu...
Nur Rahma Putri
Nur Rahma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi : membaca AU dan nonton draKor🌚

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika Politik Hukum Islam dalam pembentukan UU Perkawinan

23 Oktober 2022   20:19 Diperbarui: 23 Oktober 2022   20:30 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di Indonesia , secara historis hukum keluarga Islam muncul ke permukaan dengan diawali oleh pengadilan agama yang secara resmi diakui  sebagai salah satu pelaksana Judicial Power  seperti yang disebutkan dalam pasal 10 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang ketentuan ketentuan pokok kekuasaan kehakiman , yang dirubah dengan Undang-Undang nomor 35 Tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 lah menjadi perubahan yang terakhir . Kemudian  dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dijabarkan mengenai kedudukan , kewenangan (Yurisdiksi) dan organisatornya mengenai peradilan agama dan dirubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang mempunyai kewenangan mengadili perkara tertentu , yaitu : Perkawinan , Waris , Wasiat , Hibah , Wakaf , Infaq , Shadaqah , Zakat , dan Ekonomi Syariah diperuntukkan penduduk beragama Islam .

Karena keberadaan pengadilan agama belum dilengkapi dengan perangkat atau sarana hukum  positif yang meyeluruh , atau belum diselaraskan serta sebagai rujukan . Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan jo megatur hal yang pokok-pokok saja , meskipun pengadilan agama sudah memliki yurisdiksi mengenai hukum materiil yang sudah dikodifikasi .  hal ini menyebabkan para hakim yang seharusnya menggunakan undang-undang sebagai rujukan kembali menggunakan kitab fiqih klasik dan berdampak pada perbedaan putusan antar pengadilan agama dengan persoalan yang sama merupakan hal yang wajar . lalu dibuatlah kompilasi hukum Islam sebagai cara untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan akibat pengadilan agama yang belum memiliki prasarana hukum yang unikatif.

Tetapi menurut catatan sejarah di Indonesia  , Isu mengenai Pembaruan hukum Keluarga Islam telah ada sejak lama . yaitu sebelum Indonesia merdeka . Pada Tahun 1928 , tepatnya saat Kongres Perempuan muncul isu mengenai kasus yang menimpa perempuan didalam kehidupan perkawinan . kasusnya meliputi : pernikahan dini , kawin paksa , poligami , talak yang sewenang-wenang dan mengabaikan hak-hak perempuan . Lalu pada tahun 1937 , pemerintah kolonial Belanda merancang Undang-Undang perkawinan modern atau yang akrab disebut dengan Ordonansi Pencatatan Perkawinan . 

adanya Undang-Undang ini disebabkan oleh organisasi perempuan yang mendesak Pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian Undang-Undang ini diberlakukan bagi Penduduk pribumi (Arab dan Asia bukan Tionghia yang menetap di Indonesia) . Ordonansi Pencatatan Perkawinan memiliki kehebatan dengan adanya peraturan monogami dan hak cerai yang sama bagi laki-laki maupun perempuan , Tetapi peratura ini hanya diberlakukan bagi yang mencatatkan pernikahannya .  

Namun pada Tahun 1950 , hukum perkawinan dirasa belum mengakomodir semua kepentingan lintas agama karena mungkin aturan tersebut bersifat sebagai anjuran  . sebenearnya pada tahun 1946 ada peraturan perundang-undangan Republik Indonesia mengenai pendaftaran perkawinan , ketidaksetujuan menikah di usia anak-anak , memberi saran agar pejabat perkawinan menasehati pasangan yang menikah mengenai hak mereka , serta meneliti masalah dari kedua belah pihak untuk mencegah terjadinya talak  namun dalam pelaksanannya tetap banyak kasus yang terjadi . hingga pada tahun 1950 terbentuk komisi perkawinan yang terdiri dari para ahli agama diakibatkan banyaknya desakan untuk mengganti dengan undang-undang yang dapat mengakomodir semua kebutuhan atau hak bagi semua warga negara . komisi perkawinan ini berhasil merancang undang-undang yang dibutuhkan , hal yang mendasari racangan ini yaitu perkawinan didasarkan rasa suka antar kedua pasanangan dan poligami (tetapi melalui persyaratan yang ketat) .

Pada bulan Mei 1953 keputusan untuk menyusun 3 RUU Perkawinan mencuat dari panitia , yaitu RUU Pokok (untuk umum) RUU Organik (untuk masing-masing agama) , dan Netral (untuk pihak yang tidak termasuk salah satu agama) .DPR-GR mengajukan RUU Perkawinan umat Islam yang berasal dari departemen kehakiman pada 1967 dan ketentuan pokok-pokok perkawinan pada September 1968 yang disampakikan pihak Depaartemen Kehakiman . akan tetapi meskipun pengerjaanya lama tidak kunjung selesai . Kemudian pada masa Orde Baru (pada rentang waktu 1967-1971) dibahas kembali dua RUU Perkawiinan oleh DPR-GR tetapi hingga akhir masa kerjanya (Tahun 1971) mengalami kebuntuan disebabkan tarik menarik antara Departemen Agama dan Departemen Kehakiman . 

Upaya pembaruan Undang-Undang mengalami perubahan besar pada 31 Juli 1973 dengan No. R. 02/PU/VII/1973 . Hal ini disampaikan pemerintah melalui RUU Perkawinan yang baru kepada DPR yang berisi 15 bab dan 73 pasal . Namun terjadi pergolakan dikalangan Ummat Islam karena sebagian pasalnya bertentangan denga syariat Islam (Fiqih Munakahat) lalu menolaknya . Materi yang dianggap bertentangan dengan syariat ISslam diantaranya yaitu :

1 Absahnya Nikah hanya jika terdaftar dibadan-bada yang bersangkutan tanpa menyebutkan segi keagamaan dari keabsahan tersebut

2. Perizinan mengenai pernikahan campuran(Pernikahan beda agama0

3. Kesamaan kedudukan antara anak angkat da anak kandung

4. Pertunangan dan status sah anak pada masa pertunangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun