Mohon tunggu...
Suprihati
Suprihati Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar alam penyuka cagar

Penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian. Blog personal: https://rynari.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ilusi Angsana, Hujan "Emas" di Nusantara

7 November 2019   21:48 Diperbarui: 7 November 2019   22:02 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Angsana menguning (dok pri)

Pujangga bersurat, setiap masa memiliki keindahannyasendiri. Awal Nopember, salah satu masa yang saya rindukan. Saatnya pohon Angsana atau sonokembang (Pterocarpus indicus) bermahkotakan bunga kuning. Saatnya ilusi angsana, taburannya laksana confetti hujan 'emas' di Nusantara. Begitu jugakah di kota kecil pun ibukota?

Angsana bahasa alam

Musim tak pernah ingkar janji. Rentang 14 Oktober hingga 9 Nopember adalah mangsa kalima dalam pranata mangsa. Pengetahuan dan kearifan lokal yang tetap berdaya guna. Memiliki candra pancuran emas sumawur ing jagad dengan arti harafiah air mancur keemasan tertabur di alam persada.

Tanaman angsana bagian dari isyarat alam. Tak pernah keliru membaca bahasa alam. Pertengahan Oktober hingga pertengahan Nopember selalu berbunga rimbun. Menyuguhkan bunga kuning berukuran lembut.

Puncak keelokannya adalah saat akhir dharma atau tugas sang bunga. Ditandai dengan melemahnya ikatan dengan pohon induknya. Terpaan angin menggoyangnya. Byuur kelopak bunga kecil ini gugur.

Ilusi angsana, guguran bunga terlihat bagaikan taburan confetti pewarta bahagia. Dapat terlihat layaknya pancuran emas sumawur ing jagad. Taburan keemasan yang berlaku secara universal pada rentang wilayah dengan bujur dan lintang tertentu. Hampir merata di Nusantara.

Mungkin terlihat aneh. Bila cuaca memungkinkan, saya sangat suka berjalan pelan di bawah jajaran pohon angsana di sepanjang jalan ke kebun. Memanjakan diri, mendongak menikmati dompolan bunganya.

Karpet hasil hujan 'emas' angsana (dok pri)
Karpet hasil hujan 'emas' angsana (dok pri)
Menyipitkan mata saat taburan mahkota keemasan tercurah dari pucuk pohon. Berjingkat menghindari terlalu merusak karpet kekuningan yang terbentuk di permukaan trotoar. Merelakan rambut semi berantakan dengan selipan bunga angsana.

Angsana menjalankan darmanya. Menjadi penyerap karbondioksida hasil pernafasan dan sisa pembakaran. Mengurangi polutan produk aktivitas manusia.

Menyerap air tanah dan menguapkannya kembali. Memangkas sebagian siklus panjang air. Menggeser sebagian siklus blue water menjadi green water untuk mengisi pasokan air tanah.

Tak bolehkah dipangkas? Pastinya perlu, untuk keseimbangan pengguna jalan. Mengurangi risiko patah dahan yang mencederai. Bagian dari pemeliharaan lingkungan hijau.

Bagaimana bila ditebang? Mari dikaji, untuk peremajaankah? Penggantian dengan tanaman lain, adakah setara kemampuannya dalam menyerap karbon dioksida dan penyerapan-penguapan air? Pastinya banyak pakar yang menyediakan data ekologisnya.

Angsana menjadi perlambang musim senantiasa bergulir menyuguhkan  rezekinya. Bagi setiap titah yang menjaga bumi. Angsana si Sonokembang menceritakan kemuliaan junjunganNya

Hujan 'Emas' bahasa budaya

Hujan emas di Nusantara, negri kita. Confetti angsana pada bulan November. Eloknya melengkapi musim gugur di belahan Utara. Setidaknya bagi kami warga Salatiga. Bagaimanakah hujan emas di negeri kita di wilayah sahabat Kompasiana?

Tradisi di rumpun bangsa Melayu yang menebarkan beras kuning kepada pengantin, ataupun anak yang hendak merantau. Siraman confetti keemasan di belahan budaya Barat sebagai simbol perlambang harapan kemakmuran.

Begitupun acara wisuda zaman baheula di Padhepokan Kota hujan dengan tebaran beras kuning diiringi degung Sunda yang syahdu. Perlambang goa garba ilmiah melepaskan putra putri terkasihnya untuk mengabdi Ibu Pertiwi menjadi lantaran kemakmuran bersama.

Taburan bunga keemasan menjadi bahasa budaya. Adakah guguran kembang angsana juga lekat dengan budaya kita. Bagian dari kearifan lokal pancuran emas sumawur ing jagad. Termasuk juga budaya melestarikan lingkungan hijau.

Seloroh kami bila hujan duit, hujan emas bisa mengundang hujan batu ataupun keprihatinan. Biarlah guguran angsana ini serasa udan kembang alias hujan bunga. Menyesap fungsi ekologi, membingkainya dengan pengetahuan dan kearifan lokal.

Sekedar catatan kecil pengagum angsana sonokembang. Salam hijau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun