Cokelat, baik minuman maupun penganan berbahan dasar cokelat, sahabat pembaca Kompasiana suka kah? Nah, mari kita simak cerita cokelat, dengan episode fromGlenmore with chocolate. [penulisannya menurut KBBI cokelat ya bukan coklat]
From Glenmore with Chocolate
Siapa saja pengunjungnya? Saat kami singgah sejenak di perjalanan hari kerja berjumpa dengan para murid TK dengan kawalan para guru serta orang tuanya, para buah hati belajar langsung di tengah alam. Pastinya juga para muda-mudi dengan jelajah areal di ikon-ikon agrowisata yang tersebar. Sementara pengunjung dewasa dan para sepuh memenuhi kafe cokelat.
Mengakomodasi kebutuhan pengunjung untuk eksis di media masa, tatanan ikon selamat datang di areal agrowisata, jalan sepanjang areal wisata maupun cafe ditata cantik sehingga setiap sudut menjadi ramah kamera. Hasil jepretan sangat layak menghiasi lini media masa.
Apabila sahabat pembaca kompasiana sedang berkunjung ke daerah Banyuwangi, mari jangan lupa untuk singgah di agrowisata doesoen kakao Kendeng Lembu ini. Arah dari Banyuwangi adalah di jalur Banyuwangi-Jember, di kecamatan Glenmore, belok ke arah Selatan. Sepanjang perjalanan dari Glenmore, pengunjung akan menikmati hamparan kebun kakao ada yang di bawah naungan mahoni, jati hingga sengon juga hamparan kebun tebu.
Daya pikat nama kecamatan Glenmore tak kalah menarik. Nama kecamatan semisal Suruh, Karanganyar hingga Cipanas menjadi khas penciri wilayah. Lah kalau Glenmore? Ada ulasan penamaan Glenmore merujuk pada lansekap bentang lahan wilayah, ada yang mengatakan berkaitan dengan nama bangsawan perkebunan. Yang pasti kastil Glenmore terkait dengan pesona wisata Skotlandia.
Cerita Cokelat
Menyeruput secangkir cokelat hangat ataupun menggigit sebatang cokelat legit mengingatkan pada cerita cokelat Indonesia. Pada tingkat internasional Indonesia menduduki peringkat ke tiga penghasil biji cokelat. Posisi teratas diduduki oleh negara Pantai Gading diikuti posisi kedua adalah negara Ghana yang saling bertetangga di benua Afrika.Bila tidak dibarengi kerja keras, posisi kita akan disundul oleh negara Equador disusul Cameroon, demikian data yang dicuplik dari statista.com yang juga menjadi sumber acuan dari cacaoweb.
Apakah luasan kebun 1.709.284 ha tersebut semua produktif? Tentunya tidak, luasan tanaman menghasilkan sebanyak 765.824 ha serta produktivitas  775 kg biji/ha.Sentra produksiberada SulawesiTengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara masing-masing di atas 100 000 ha.
Saat menikmati kelezatan cokelat, mari mengingat keterlibatan 1.715.155KK petani yang menggantungkan nafkahnya pada lahan cokelat. Sedangkan serapan tenaga kerja mencapai 35.097. Revitalisasi pengelolaan cokelat meningkatkan serapan tenaga kerja tentunya dibarengi dengan perbaikan kesejahteraannya.
Menyimak volume dan nilai ekspor kakao kita pada tahun 2015,sejumlah 355.320.831 kg dengan nilaii US$1.307.770.623 dengan harga rata-rata tahunan kakao di pasar dunia 3,14 ($/Kg). Sebaran tujuan ekspor cukup luas, menandakan kualitas kakao Indonesia memenuhi standar cukup banyak negara pengimpornya.
Dari sisi spesifikasi ekspor cukup dominansi bentuk biji kakao, diikuti oleh pasta, tepung, hingga makanan olahan. Hal ini mengindikasikan perlunya penguasaan teknologi pasca panen dan pengolahan hasil sehingga lezatnya cokelat juga meningkatkan nilai tambah bagi para pengelolanya.
Mengulik perkembangan harga rata - rata bulanan kakao di pasar domestik pada tahun 2015 berkisar antara Rp 16.623/kg biji diKalbar hingga Rp29.678/kg diSulteng dengan kondisi unfermented. Sedangkan harga biji cokelat fermented mencapai Rp 24.305 - 35.056per kg biji. Teknologi fermentasi yang efisien akan mampu meningkatkan pendapatan pemrosesnya.
Acuan: Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao 2015-2017