Mohon tunggu...
Novita Aprilia
Novita Aprilia Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - yakin usaha sampai

iman ilmu amal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghendaki Gerakan Golput Sama dengan Membiarkan Rakyat Ditindas Pemerintah!

15 April 2019   17:57 Diperbarui: 15 April 2019   18:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memorandum yang menambah keyakinan seseorang untuk tidak menyalurkan suaranya dalam pemilihan umum ialah " jika ada yang merasa lebih baik tidak memilih dari pada memilih, maka bertindaklah atas kemauan kalian itu". Sepenggal kata yang populer saat pemilu pertama pada zaman Orde Baru. Golongan Putih atau Golput semakin marak dilakukan masyarakat dari berbagai kalangan usia. Sebelum jauh, mari kita melihat sejarah Golput di Indonesia. Golongan Putih diinisiasi oleh aktivis angkatan 66, salah satunya adalah Arief Budiman (kakak kandung Soe Hok Gie) dalam pemilu pertama setelah  runtuhnya Orde Lama, tepatnya pada Tahun 1971. Golput sebagai gerakan sosial yang disebabkan oleh rasa kekecewaan, kerisauan, dan kekhawatiran akan masa depan bangsa.

Kekecewaan terhadap pemerintah yang dianggap semakin merugikan masyarakatnya, mulai dari iklim sosial, krisis ekonomi, kebudayaan, pendidikan mahal  yang semakin tidak menentu dan meresahkan masyakarat. Kemudian ditambah dengan janji pemerintahan yang tak pernah ditepati;berkomitmen untuk kesejahteraan rakyat, menegakan demokrasi alhasil hanya permaianan oligarki petinggi pemerintahan dan demokrasi mati hanya berkutik didalam  parlemen sedangkan masyarakatnya tidak.

Selain itu ada rasa keriasauan mendalam terhadap oknum dalam partai politik yang mendominasi pemilu pada masa orde baru yang dianggap telah melenceng dari tujuan dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baik dan berorientasi kepada masyarakat. Mereka yang menghendaki gerakan sosial Golput ini sebagian besar adalah kalangan intelektual ataupun aktivis, yang tidak menginginkan jiwanya di rundu penyesalah luar biasa karena telah terlibat dalam mengusung atau membuka jalan suatu rezim pemerintahan baru yang kenyataannya tidak lebih baik dari rezim sebelumnya.

Dengan gerakan Golput maka selalu ada jalan kedepan untuk menyatakan perbedaan pendapat, baik dengan atau tanpa adanya pemilu pemerintahan tak lain halnya seperti pemerintah sebelumnya, dan yang berpengaruh untuk kemajuan bangsa indonesia adalah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Menuju pemilu 2019 Gerakan Sosial Golput ini semakin marak, terlebih hal ini dilakukan oleh pegiat sosialism yang merasa muak ketika dihadapkan dengan tontonan konyol yang diulang setiap lima tahun sekali. Bagaimana tidak muak? Setiap hari, dimanapun, kapanpun yang kita temui hanyalah omongan politik kelas bawah, celoteh-celoteh murah, bahkan setiap membuka media sosial selalu dipertemukan dengan kecebong dan kampret. Ditelevisi kita mendengar janji-janji kesejarteraan yang muluk-muluk indahnya dan terucap di ujung bibir-bibir petinggi partai politik.

Setiap kata penuh  luapan emosi, pembenaran dan kepercayaan diri, yang kalimatnya  sungguh tak memiliki manfaat apalagi untuk kemajuan masyarakat indonesia.  Sehingga tak salah ketika masyarakat menyebut kontestasi politik lima tahunan ini adalah sebuah momok yang konyol yang dipertontonkan pada khalayak masyarakat. Tidak hanya muak masyarakat pun dibuat trauma akan ulah pemerintah di era saat ini ataupun sebelumnya. Kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang selalu ditutup-tutupi dan tak jarang kemerdekaan berekspresi tak hidup di negara Indonesia. Sekali lagi bagaimana kami tidak muak?

Perampasan lahan diberbagai daerah pelosok maupun perkotaan, pendirian pabrik-pabrik yang kejar mengejar dan mengancam kehidupan masyarakat, pelanggaran ham yang tak terselesaikan, kemiskinan, pendidikan, ekonomi, dan masih banyak hal lagi yang membuat masyarakat terkhusus pegiat sosialism semakin optimis untuk Golput. Ditengah krisis moral dan ekonomi, kalangan elite politik masih berkicau tentang keadilan masyarakat di televisi- televisi swasta dan lupa esensi dari tujuan pemilu itu sendiri.

Tidak salah jika masyarakat mengakatan bahwa mereka; elite politik sibuk berkoalisi untuk kemenangan golongan, sedangkan tujuan dari pemerintahan untuk mewujudkan masyarakat sejahtera mereka tidak paham, bahkan lupa, dan terus diabaikan. Tak habis untuk diceritakan. Lantas ingatkah kalian dinamika politik Mahasiswa dan Pemerintahan pada masa Orde Baru yang begitu terjal? Yang menggiring ribuan masa dengan pertumpahan darah di sudut-sudut Jakarta, dengan bendera-berdera Ormawa dan almamater Universitas kebanggaan, mahasiswa menduduki gedung DPR RI.

Menuntut sang Presiden dan Menteri nya untuk mengundurkan dan melepaskan jabatannya demi sebuah harapan dan cita-cita baru yang saat ini kita sebut Reformasi. Belum hilang dari ingatan kita bukan? Lantas sejauh mana cita-cita Reformasi itu terwujud didewasa ini, lebih baik atau masih jalan di tempat?

Lagi-lagi kita dihadapkan dengan problematika yang menyangkut jutaan umat dan sungguh mengkhawatirkan, seolah tak ada perubahan kita lantas menjadi oposisi pemerintah. Bagaimana tidak? Pejabat-pejabat ketika mereka menjadi mahasiswa hanya tahu kuliah, tugas, dan jalan, mereka yang tak mau jatuh bangun dalam belajar, yang ketika belajar selalu dalam posisi zona aman dan, ketika sarjana sudah mahir berbicara politik kosong entah karena iming-iming apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun