Mohon tunggu...
Novita Kurniastining Wulan
Novita Kurniastining Wulan Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Choose what you want, not others want

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Diantara Taksi Konvensional dan Transportasi Berbasis Aplikasi

23 Maret 2016   19:23 Diperbarui: 25 Maret 2016   15:12 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Unjuk rasa anarkistis pengemudi taksi konvensional di depan gedung DPR menambah daftar permasalahan  baru di era Joko Widodo (Jokowi). Kemarin (22/3) ujuk rasa menolak transportasi berbasis aplikasi terjadi lagi di Jakarta. Para pengemudi, yang sebagian besar dari Blue Bird dan Ekspres mengamuk. Mereka memaksa pengemudi taksi lainnya untuk ikut berunjuk rasa. Bahkan, mobil taksi milik perusahaan tempat mereka bekerja dirusak dan penumpang diturunkan paksa. Suatu tindakan yang bisa jadi justru merusak reputasi Blue Bird dan Ekspres.

            Pengemudi taksi konvensional yang selama ini dikenal mempunyai pelayanan yang ramah dan santun kini mengamuk karena merasa tersaingi oleh Uber dan Grab, penyedia aplikasi transportasi berbasis online. Uber dan Grab sukses menarik perhatian publik karena harganya yang lebih terjangkau. Sebagai contoh, dari Bandara Soekarno-Hatta ke Kebayoran Lama, dengan menggunakan taksi konvensional, penumpang biasanya harus merogoh kocek Rp 150 ribu. Dengan Uber, kita cukup membayar Rp 80 ribu.

            Unjuk rasa memang diperbolehkan, asal tidak ricuh. Kalau yang terjadi malah sebaliknya, bukan hanya satu pihak saja yang dirugikan. Tapi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya pun ikut merugi. Apapun alasanya, aksi anarkitis yang disuguhkan pengemudi taksi kemarin tidak bisa dibenarkan. Harus ada sanksi tegas bagi pengemudi yang anarkistis di jalanan kemarin.

            Di sisi lain, perkembangan teknologi yang semakin canggih memang tidak dapat disanggah. Hal ini diluar UU”, kata Luhut Binsar Pandjaitan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkuham). Uber dan Grab merupakan bentuk nyata kecanggihan itu, teknologi berbasis online ini diyakini telah menarik perhatian publik serta menimbulkan rasa ketidakadilan bagi pengemudi taksi konvensional. Mereka merasa, Grab dan Uber telah merenggut rejekinya.

            Permasalahan yang harus dihadapi di era ‘digital native’ ini, dimana teknologi telah berkembang semakin pesat. Siapa saja yang tidak dapat mengikutinya pasti akan ketinggalan zaman. Perusahaan taksi konvensional harus berinovasi. Karena kemajuan zaman tidak bisa dihentikan. Bukan malah berlaku anarkistis seperti kemarin. Perusahaan taksi konvensional harus merubah strategi marketingnya dan beradaptasi dengan kemajuan zaman agar bisa bertahan dalam persaingan.        

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun