“Apakah ayahku mengizinkannya?.” tanya Nilam.
“Ya, ayahmu mengizinkannya dengan beberapa syarat,” jawab Ikhsan penuh kemenangan. Ikhsan pernah dengar sedikit dari Nilam tentang ayahnya yang sangat ketat jika ada teman laki-laki datang ke rumahnya.
“Baiklah kalau begitu, Bang,” Nilam bernafas lega.
Keesokan harinya setelah dapat izin dari ayahnya Nilam pergi dijemput Ikhsan untuk keliling kota. Ikhsan meminta Nilam untuk mengajaknya ke tempat wisata favorit yang ada di daerahnya. Sebuah lokasi wisata ternama yang sangat asri dengan pohon-pohon yang rindang dan juga memiliki latar belakang sejarah di Tanah Air, Nilam mengajak Ikhsan ke tempat itu.
Suasana sangat ramai, karena sudah menjadi kebiasaan masyarakat di kotanya itu setiap lebaran tempat wisata itu pastilah sarat pengunjung.
Nilam mengajak Ikhsan mencari tempat duduk yang nyaman dibawah pohon pinus beralas sehelai tikar sewaan.
“Bang, aku mimpi apa yah? Dirimu tiba-tiba hadir di kampungku tanpa ada kabar sebelumnya,” Nilam mengawali pembicaraan.
“Apa yang membuat Bang Ikhsan repot-repot datang ke rumahku,” tanya Nilam melanjutkan dengan penuh rasa penasaran.
“Aku hanya ingin bertemu dirimu, Nilam. Apakah itu salah?” ujar Ikhsan sambil memandang Nilam.
“Tidak ada yang salah sih Bang, tapi aku kaget nggak percaya. Dirimu yang seorang dosenku tiba-tiba datang ke kampungku,” papar Nilam.
“Nilam, maafkan aku jika kehadiranku membuat dirimu kurang nyaman,” ujar Ikhsan.