Tapi sayang, realitanya lebih mirip iklan perumahan yang DP-nya rendah. Cuma brosur yang bisa dibaca dan dipandangi, tapi tetap ngga bisa kebeli kalau duitnya ngga ada.
Bahkan saya sempat berkhayal, "Andai aku terlahir jadi gitar akustik, mungkin dia akan menggendongku ke mana-mana." Kayak lagunya Mbah Surip, "Tak Gendong".
Sekarang kalau ingat dia, saya cuma bisa ketawa sendiri. Dulu saya berharap dia bakal nyanyiin lagu cinta buat saya. Tapi nyatanya, dia lebih suka meluangkan waktu untuk nyetem gitarnya, daripada nyetem perasaan saya.
Pesan saya cuma satu, jangan gampang jatuh cinta sama orang cuma karena tulisannya. Terkadang gaya tulisan yang enak dibaca, belum tentu sesuai sama orangnya. Bisa saja penulisnya lebih cinta sama motherboard ketimbang sama makhluk yang bernafas dan berakal.
Sekarang sih, saya lebih realistis. Kalau jatuh cinta lagi, mending sama cowok yang jago ngetik chat, bukan cuma jago ngetik kode pemrograman. Setidaknya kalau di-chat, balasannya bisa lebih panjang dari sekadar "Iya" dan "Oh".
Dan soal rumah mungil yang saya impikan itu.. Ya sudahlah! Mungkin nanti bakalan terwujud, tapi sama tukang servis gitar, yang bisa betulin nada hati ini yang sudah terlanjur fals dibuatnya.(*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
