Serangan pria bersenjata di Sinagoga (tempat ibadah umat Yahudi) di Squirrel Hill, Pittsburgh, Amerika Serikat terjadi ketika sedang dilaksanakan upacara pemberian nama kepada bayi ketika hari Sabbath (27/10).Â
Korban tewas berjumlah 11 orang dan pelaku merupakan Robert Bowers, 46 tahun, orang kulit putih yang sesaat sebelum mengeluarkan tembakan berteriak "Semua Yahudi harus mati". Ia didakwa dengan tuduhan pembunuhan dan menghadapi 29 tuduhan kejahatan, termasuk pembunuhan menggunakan senjata api.
Presiden AS, Donald Trump mengatakan hal memilukan ini sangat buruk dan memalukan karena terjadi berulang kali. Benjamin Netanyahu, Presiden Israel mengecam aksi tersebut dan merasa sakit hati karenanya.Â
Hal yang sama juga disampaikan Kanselor Jerman, Angela Markel di mana Ia mengatakan "Semua orang harus bersatu melawan anti Semitisme di mana pun".
Menurut investigasi awal, pelaku terindikasi merupakan nasionalis kulit putih (white nationalist -- ekstrimis sayap kanan). Hal tersebut terlihat dari aktivitasnya di Gab (media sosial yang popular dikalangan nasionalis kulit putih) yang beberapa kali memposting umpatan anti Semitisme.Â
Sekitar seminggu sebelumnya, Cesar Sayoc, 56 tahun, juga ditangkap karena mengirim paket berisi bom ke CNN (media yang Trump sebut sering memberitakan berita bohong), Politikus Partai Demokrat (termasuk Obama serta Hillary dan Bill Clinton), dan beberapa tokoh lain dipandang sebagai musuh politik Trump. Sayoc juga terindikasi kuat sebagai ekstrimis sayap kanan.
Lalu mengapa hukum di AS tidak mengkatagorikan kejahatan mereka sebagai aksi terorisme?
Pada umumnya, sebuah kelompok memberi label teroris kepada kelompok lain yang dianggap bertentangan, dan menghindari menggunakannya kepada kelompok yang sepihak atau menjunjung nilai yang sama. Misalnya Israel, yang melabeli aksi penyerangan orang Palestina terhadap warganya sebagai aksi terorisme. Sama halnya dengan pengkritik Israel yang melabeli negara tersebut dengan sebutan "negara teroris".
Definisi terorisme masih sangat abstrak, namun Bruce Hoffman (ahli terorisme) mendefinisikan terorisme sebagai kekerasan bermotif politik oleh sebuah kelompok di dalam negara dalam rangka menciptakan dampak psikologis yang luas.Â
Pemerintah AS juga mendefinisikan terorisme sebagai kejahatan dan kekerasan terhadap orang atau properti untuk mengintimidasi atau menekan pemerintah, Â masyarakat sipil, atau segmen lain dalam rangka mencapai tujuan politik dan sosial.
Benang merah dari definisi-definisi tersebut yakni terorisme merupakan kekerasan bermotif politik untuk menciptakan dampak (ketakutan/psikologis) yang luas di masyarakat. Sehingga, pembunuhan yang dilakukan oleh ISIS, Ku Klux Klan, atau ekstrimis sayap kanan, semuanya (seharusnya) dapat dikategorikan sebagai aksi terorisme karena memiliki motif politik. Namun nyatanya tidak demikian.