Mohon tunggu...
Noviana Syahban
Noviana Syahban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kurikulum Membuka Ruang Reproduksi Sosial: Michael W. Apple

23 Mei 2022   01:52 Diperbarui: 23 Mei 2022   02:03 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendahuluan

Problematika pendidikan memang tak ada habisnya untuk dibahas. Begitu banyak hal yang harus diulik kembali dari kurikulum pendidikan terutama dimasa pandemi covid-19 dan masa transisi new normal ini. Pada awal pandemi, kurikulum secara cepat diperbaharui guna keberlangsungan pembelajaran pada peserta didik. 

Adanya pandemi covid-19 membuat kurikulum mengalami perubahan yang dirasa lebih fleksibel karena juga menyesuaikan keadaan yang mengharuskan di rumah saja.  Jika dilihat dari fungsional dapat kita lihat bahwa kurikulum baru menjadikan guru dan peserta didik sama-sama belajar dalam memanfaatkan teknologi. Belajar di rumah dengan memanfaatkan teknologi ini menjadikan keduanya (guru dan peserta didik) dapat meningkatkan soft skill.  

Selain itu, dengan kondisi belajar yang seperti ini membuat orang tua lebih mudah mengawasi anak-anak mereka dalam belajar. Orang tua yang sebelumnya kurang memiliki waktu luang untuk anaknya, kondisi seperti ini adalah kesempatan untuk menghilangkan jarak antara orang tua dan anak. 

Namun, dalam beberapa kasus orang tua yang tidak memiliki latar belakang mengajar sangat kesulitan mendampingi anak-anaknya belajar. Kasus seperti ini bahkan dalam kondisi yang lebih parah yaitu kekerasan pada anak lebih sering terjadi, terutama dari kalangan menengah kebawah.

Pembahasan

Kurikulum pada pandemi ini tidak bisa hanya kita lihat dari satu sisi saja. Memang kita tidak bisa membohongi bahwa begitu banyak hikmah yang didapat selama proses belajar dengan jarak jauh. Namun, disisi lain yang dapat kita lihat adalah kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan semakin merebak termasuk kasus diatas.

Pada hal mendasar saja contohnya tidak semua peserta didik mempunyai handphone sendiri bagi mereka yang masih bersekolah dasar ataupun di daerah terpencil. Betapa susahnya meraka untuk bisa mengikuti pembelajarn sebagaimana mestinya kurikulum yang tetap harus berjalan. 

Bukan hanya persoalan handphone, tetapi juga kuota internet dan jaringan. Pemerintah telah membagikan kuota secara gratis namun ada ketidakmerataan dalam penyalurannya. Dilansir dari detik.com, perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menerima laporan terkait adanya sekolah yang belum menerima program bantuan kuota internet dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) di 19 provinsi (Yulida Medistiara : 2020). 

Persoalan selanjutnya adalah gangguan jaringan, yang mana ini ditentukan oleh daerah masing-masing. Masalah ini mempersulit proses belajar bagi siswa ataupun guru karena tersampaikannya dan dipahaminya materi ditentukan oleh jaringan tersebut.

Di sekolah terdapat klasifikasi yang akan menentukan bagaimana sekolah tersebut dapat beradaptasi di masa pandemi. Bagi sekolah kalangan menengah ke atas, belajar dengan jarak jauh seakan bukan persoalan yang tidak terlalu krusial. Ini disebabkan karena sekolah kalangan menengah ke atas lebih unggul dalam manfaatkan teknologi. Sedangkan sekolah menengah ke bawah, hanya dibatas standar teknologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun