Mohon tunggu...
Novia Elga
Novia Elga Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Call Me Novia. Sedang menjelajahi dunia.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tentang Bapak

18 Desember 2020   21:29 Diperbarui: 18 Desember 2020   21:33 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua Puluh Satu.
Tentang Bapak.
"Aku hanya mengingatmu Ayah, Disaat ku kehilangan arah."
Seventeen-Ayah

Paling nggak bisa nahan nangis kalo bicara hal yang berkaitan dengan bapak. Sekeras apapun sifat bapak, dia tetaplah lelaki yang tidak pernah ada maksud sedikitpun buat nyakitin anak perempuannya. Bapak memang tidak kaya, kami hidup sederhana namun cukup.

Bapak membuatku mengerti bagaimana hidup harus berusaha, berjuang dan menjadi yang terbaik. Walaupun saat ini aku sadar, seiring berjalannya waktu, untuk selalu menjadi yang terbaik tidak dapat diberlakukan lagi.

Hidup memang suka keluar dari rencana yang kita rancang. Aku yang dulu adalah manusia penuh ambisi, dengan semangat yang nggak pernah ngerti batasnya dimana, yang masih belum paham hidup itu kayak apa. Aku merencanakan berbagai hal. Salah satunya adalah ketika aku lulus S1 mau langsung lanjut S2.

Nyatanya, jalan kehidupan emang nggak selalu nurut sama kita. Karena lulus terlalu cepat dari kawan lainnya, aku harus berdiam diri untuk menunggu pendaftaran S2 (Jika mau lanjut). Akhirnya kuputuskan untuk bekerja, dengan bekal seadanya yaitu ijazah dan beberapa sertifikat yang menunjangnya. Aku nggak pernah menyangka jalan hidupku harus begini.

Mendapatkan pekerjaan setelah lulus kecepetan, menjadi guru paling muda di sekolah, mengajar murid yang usianya hampir sama kayak aku, mendapatkan beberapa proyek dari sekolah (padahal aku baru aja diterima). Kaget ? iya pasti. Aku butuh waktu agak lama buat nyesuaiin semua ini. 

Mulai dari dulu yang suka ngambek dan ngeluh kalo banyak deadline. Sekarang harus diusahain buat banyak refresh otak dan mempersiapkan banyak hal yang harus diselesaikan.

Bapak tau, jalanku emang di sini. Walau sebenernya bapak masih mau membiayai aku kuliah S2. Tapi nuraniku menolak hebat. Aku nggak kuat ngeliat uban bapak yang mulai menyeruak. Aku nggak tega liat bapak dengan wajah yang mulai menua. Aku nggak tega liat banyak sakit-sakitan karena kecapekan memforsir tenaganya.

 Bapak, biarkan aku berjuang.
Kini aku disadarkan sama dunia. Ditampar seketika, dihujani air mata. Nasib emang nggak selalu baik. Perlu usaha, perlu buat berjuang dulu, perlu buat sakit dulu. Setelah aku ngeliat sekitar, ternyata kehidupan nggak sesederhana buat setelah S1 trus langsung S2, setelah lulus langsung dapet kerja, makan gaji orang tua sampe kitanya beneran tua. Tidak. Bukan kayak gitu.

Nyatanya emang setelah S1 nggak bisa langsung S2 itu lumrah. Aku masukin beasiswa trus gagal. Ujian mandiri di kampus yang grade nya tinggi ditolak. Manusia yang lain juga banyak yang ngerasain ini. Dan mungkin bener, ketika kita ditempa berkali-kali, dihancurin berkali-kali, disitulah kekecewaan bakalan jadi sahabat karib yang kalo kita ngerasainnya lagi, kita bisa lebih menerima. Setidaknya mental kita bakalan terlatih dan nggak selemah dulu pas dapet keberhasilan terus-terusan. 

Nyatanya, temen-temen yang nggak langsung lanjut S2 juga seabrek. Walaupun temen-temen yang punya kesempatan buat sekolah lagi itu masih banyak banget. It's okay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun