Indonesia bukan hanya satu bangsa, tetapi seribu wajah hukum. Dari Sabang sampai Merauke, masyarakat hidup dalam keragaman budaya, agama, dan nilai-nilai lokal yang kuat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak hanya merujuk pada hukum negara, tetapi juga pada hukum adat dan agama yang mereka yakini.
Lantas, apakah cukup jika negara hanya mengandalkan satu sistem hukum yang seragam dan sentralistik? Di sinilah konsep Legal Pluralism dan Progressive Law menjadi sangat relevan: sebagai pendekatan yang lebih inklusif, adil, dan sesuai dengan realitas sosial kita.
Pengertian Legal Pluralism dan Progressive Law
Legal Pluralism
Legal pluralism adalah konsep yang mengakui keberadaan berbagai sistem hukum yang hidup berdampingan dalam suatu masyarakat atau negara. Di Indonesia, hal ini mencakup hukum negara (positif), hukum adat, dan hukum agama yang semuanya diakui dan beroperasi secara bersamaan. Konsep ini mencerminkan realitas sosial Indonesia yang multikultural dan majemuk.
Menurut Charleston C. K. Wang, legal pluralism mengacu pada pengakuan oleh negara atas eksistensi berbagai sumber hukum dalam yurisdiksinya sendiri, termasuk hukum adat dan hukum agama, selain dari hukum resmi negara.
Progressive Law
Progressive law atau hukum progresif adalah pendekatan hukum yang menempatkan hukum sebagai alat untuk mencapai keadilan substantif dan perubahan sosial. Pendekatan ini menolak pandangan hukum yang kaku dan formalistik, serta mendorong interpretasi hukum yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Satjipto Rahardjo, pelopor hukum progresif di Indonesia, menekankan bahwa hukum harus melayani masyarakat dan tidak terjebak dalam teks semata. Hukum progresif menuntut peran aktif negara dalam menggunakan kekuasaannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Mengapa Legal Pluralism Masih Berkembang dalam Masyarakat?
Legal pluralism terus berkembang di Indonesia karena keberagaman budaya, agama, dan adat istiadat yang melekat dalam masyarakat. Sistem hukum adat dan agama tetap relevan dan dihormati dalam kehidupan sehari-hari, terutama di daerah-daerah yang memiliki tradisi kuat.
Penelitian menunjukkan bahwa pendekatan desentralisasi memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan berbagai sistem hukum. Meskipun menimbulkan tantangan dalam penerapannya, berbagai sistem hukum yang hidup dapat berdampingan secara harmonis.
Kritik Legal Pluralism terhadap Sentralisme Hukum dalam Masyarakat
Legal pluralism mengkritik sentralisme hukum yang cenderung mengabaikan keberagaman hukum lokal dan adat. Pendekatan sentralistik sering kali tidak mempertimbangkan konteks sosial dan budaya masyarakat setempat, sehingga dapat menimbulkan ketidakadilan.
Dalam konteks Indonesia, pengabaian terhadap hukum adat dan hukum agama oleh sistem hukum negara dapat melemahkan legitimasi hukum dan menciptakan ketegangan sosial. Legal pluralism menekankan pentingnya pengakuan dan integrasi berbagai sistem hukum untuk menciptakan keadilan yang inklusif.
Kritik Progressive Law terhadap Perkembangan Hukum di Indonesia
Hukum progresif mengkritik pendekatan hukum di Indonesia yang masih dominan formalistik dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Banyak penegak hukum yang masih terjebak dalam interpretasi hukum yang kaku, tanpa mempertimbangkan keadilan substantif.
Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penegak hukum, termasuk hakim, dalam proses penegakan hukum belum berbasis pada pemikiran hukum progresif. Hal ini menghambat pencapaian keadilan substantif sesuai dengan nilai-nilai yang tertuang dalam Pancasila.
Pendapat Pribadi tentang Legal Pluralism dan Progressive Law di Indonesia
Legal Pluralism
Saya percaya bahwa legal pluralism sangat penting dalam konteks Indonesia yang multikultural. Pengakuan terhadap berbagai sistem hukum, seperti hukum adat dan hukum agama, mencerminkan penghormatan terhadap keberagaman dan identitas lokal. Namun, perlu ada harmonisasi antara berbagai sistem hukum tersebut untuk menghindari konflik dan memastikan keadilan bagi semua pihak.
Progressive Law
Hukum progresif menawarkan pendekatan yang lebih humanistik dan adaptif terhadap dinamika masyarakat. Dengan menempatkan keadilan substantif di atas kepatuhan formal terhadap teks hukum, pendekatan ini dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatasi ketimpangan sosial dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, implementasinya memerlukan perubahan paradigma di kalangan penegak hukum dan pembuat kebijakan.
Pada akhirnya, baik legal pluralism maupun hukum progresif membawa satu pesan yang sama: hukum harus berpihak pada masyarakat, bukan hanya pada teks dan formalitas. Dalam realitas Indonesia yang penuh warna dan keberagaman, kita butuh pendekatan hukum yang tidak seragam secara kaku, tetapi mampu membaca realitas, menghormati kearifan lokal, dan menjawab kebutuhan keadilan yang nyata.
Negara, aparat penegak hukum, dan masyarakat punya peran penting untuk menjadikan hukum sebagai alat pembebasan bukan alat kekuasaan. Sudah saatnya kita menggeser cara pandang, dari "hukum yang harus ditaati", menjadi "hukum yang harus memanusiakan".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI