Banyak orang berpikir bahwa bullying hanya terjadi di sekolah dasar atau menengah. Begitu masuk kuliah, semua dianggap sudah dewasa dan bisa saling menghargai. Tapi faktanya, bullying masih sering terjadi di lingkungan kampus, hanya saja bentuknya lebih halus dan terselubung.
Bullying di dunia perkuliahan bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari ejekan verbal, pengucilan sosial, sindiran di media sosial, hingga perilaku senioritas yang berlebihan di organisasi mahasiswa. Misalnya, mahasiswa baru yang dianggap "beda" karena gaya berpakaian, logat bicara, atau latar belakang ekonomi sering kali jadi bahan candaan. Ada juga kasus di mana mahasiswa merasa ditekan oleh seniornya hanya karena alasan "tradisi".
Lalu, apa penyebabnya?
Salah satu penyebab utama adalah rasa superioritas dan keinginan untuk diakui. Beberapa mahasiswa merasa lebih berkuasa karena sudah lebih dulu kuliah atau punya jabatan tertentu di organisasi. Selain itu, perbedaan latar belakang sosial dan budaya juga sering menimbulkan jarak dan salah paham antar mahasiswa. Tidak sedikit pula yang melakukan bullying karena ikut-ikutan teman, tanpa menyadari dampak yang ditimbulkannya.
Di era digital, bullying bahkan berpindah ke media sosial. Komentar sinis, sindiran di story, atau penyebaran gosip online sering dianggap lucu padahal menyakiti orang lain. Ironisnya, semua itu kerap dibungkus dengan alasan "sekadar bercanda". Padahal, candaan yang berlebihan bisa meninggalkan luka batin mendalam bagi korban.
Dampaknya pun nyata. Banyak korban bullying di kampus mengalami penurunan semangat belajar, rasa cemas, stres, bahkan depresi. Mereka merasa tidak diterima di lingkungannya sendiri, yang seharusnya menjadi tempat tumbuh dan berkembang. Tidak sedikit pula yang akhirnya menarik diri dari kegiatan sosial, berhenti berorganisasi, bahkan memilih berhenti kuliah.
Untuk mengatasi hal ini, kesadaran bersama harus dibangun. Pihak kampus perlu menyediakan wadah pengaduan yang aman dan pendampingan psikologis bagi korban. Dosen dan mahasiswa senior juga harus menjadi contoh dalam menciptakan lingkungan kampus yang menghargai perbedaan. Di sisi lain, mahasiswa sendiri perlu berani menolak dan melawan segala bentuk perundungan sekecil apa pun itu.
Kampus seharusnya menjadi ruang yang aman, bukan tempat orang merasa takut untuk menjadi dirinya sendiri. Jadi, sebelum ikut-ikutan menertawakan atau menyindir orang lain, yuk pikir dulu candaan kita jangan sampai jadi luka untuk orang lain.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI