Mohon tunggu...
Huzer Apriansyah
Huzer Apriansyah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Cultural Studies Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Money

Menemukan Indonesia di Empat Enam

20 Desember 2014   02:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:55 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu begini tiap petangnya; ceria, riuh dan penuh canda tawa renyah. Pembeli beradu cara dengan pedagang, mencari harga kesepakatan. Pedagang berniaga dengan suka cita, mengharap pembeli datang memborong dagangan. Nuansa Melayu terasa sekali, kopi kental, kelakar (canda) dan tawa-tawa lebar. Pasar yang satu ini terasa spesial.

Empat enam, begitu orang-orang mengenal pasar ini. Nama yang disematkan mengacu pada waktu buka pasar ini, ya singkat saja, sekitar 2-3 jam seharinya, antara jam empat hingga jam enam petang, kurang lebih. Lokasinya sekitar 15 kilometer dari pusat kota Jambi, tak jauh dari jembatan Aur Duri yang melintasi Sungai Batanghari.

Salah satu sudut Pasar Empat enam

Hampir setahun kami menjadikan pasar ini tempat belanja. Belanja sekalian jalan-jalan, maklum lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal. Tapi entah kenapa pasar ini selalu membuat rindu, entah karena suasananya yang renyah, kelakar yang asyik, atau karena barang yang ditawarkan memang baik dan tak terlalu menguras dompet. Satu lagi, banyak produk khas yang sulit ditemukan di tempat lain dengan mudah bisa ditemukan disini, mau tahu apa saja itu ? Yuuk…..

Lalapan khas tanah air, jika anda penggemar lalapan yang sangat khas, disini tempatnya. Anda pernah dengar atau pernah mencoba kabau ? ya, kabau, begitu kebanyakan Orang Melayu menyebutnya, tapi ada pula yang mengenalnya sebagai jering. Nama latin dari kabau adalah Arcidenron microcarpum. Kalau soal rasanya, ehm, sebelas dua belas dengan yang namanya jengkol, maknyus pokoknya. Bentuknya persis ban mobil, tapi bulatnya gak beraturan dan bentuknya tentu saja super mini. Lebih jelas lihat penampakannya.

1418991417625061651
1418991417625061651
Ini yang disebut kabau

Kalau jengkol dan petai, itu barang lumrah yang diperdagangkan bebas di pasar ini. :) Segar-segar dan mengundang selera deh pokoknya. Sekali mencoba dijamin ketagihan, kalau soal bau mulut yang disisakan dari kenikmatan yang diberikan petai, itu gampang. Pedagang disini punya resepnya. “Jangan takut bau mulut, kalu sudah makan pete makan bae jengkol, pastilah gek bau petenyo ilang…” (Jangan takut bau mulut, jika sudah makan petai makan saja jengkol, pasti nanti bau petainya hilang.) Jangan buru-buru jengkel, kalau ada pedagang yang berseloroh demikian, itu bagian dari kelakar Melayu. Kita harus pandai-pandai bersilat kata, “Iyolah pak, abis itu makan lah pulok kabau,” (Iyalah pak, setelah itu –makan jengkol- makan juga kabau, bau jengkol akan hilang.) Pokoknya kelakar Melayu adalah seni bersilat kata, jangan cepat marah apalagi dimasukkan ke hati. :)

14189915032085850414
14189915032085850414
Segar-segar kan petainya..?

Tidak berhenti di seputar lalapan khas saja, kalau anda penggemar ikan dan udang, anda tak akan kecewa singgah di empat enam. Ikan dan udang yang ada disini, saya jamin sulit anda temukan di pasar-pasar modern dengan pendingin udara, bisa anda dapatkan dengan mudah disini, harganya pun bersahabat. Anda pernah dengar atau sering makan ikan gabus, ikan khas sungai-sungai di tanah air ini dagingnya lezat, kalau di Palembang ini jadi bahan baku pembuat pempek. Dari beberapa riset, ikan satu ini mengandung albumin, yang bisa membantu mempercepat penyembuhan luka dan juga bagi pasien pasca operasi.

Selain gabus, di Empat enam juga ada ikan tebakang, ya ikan ini khas sekali, bentuknya mirip ikan sepat dengan duri di pungguknya yang tajam. Hidupnya biasanya di rawa-rawa, ikan betok yang hampir mirip tebakang juga ada, kalau yang satu ini lebih istimewa lagi, ia bisa bertahan di tanah lumpur yang nyaris sudah tak ada air. Ikan betok, ada yang tahu ? Kalau yang orang Melayu biasanya kenal dengan yang satu ini. Kemampuannya bertahan dalam kondisi kering tersebut yang melatar belakangi istilah “kelakar betok”. Istilah ini disematkan ke orang yang memiliki keahlian bercanda/mengarang cerita tentang apa saja. Dalam istilah gaul, kagak ada matinye…

Belut juga bisa dibeli disini, peminat belut tidak sebanyak peminat ikan gabus, tapi percaya atau tidak, sekali mencoba memakan belut goreng garing atau belut bakar, dijamin pingin coba lagi dan lagi. Buktikan sendiri deh !

1418991580419591003
1418991580419591003

Nah ini yang istimewa, udang satang, ya istilah untuk udang yang besar dan biasanya capit udangnya masih menempel. Satang artinya bambu yang panjang. Ehm, kalau yang satu ini harganya lumayan, paling tidak tujuh puluh lima ribu sekilo, tapi bagi yang tahu, harga ini jauh lebih murah dari harga di supermarket. Apalagi udang kelas ini jarang ditemukan. Kalau di Jambi atau Palembang ini masuk dalam makanan kelas “lemaaak niaan” (Uenaak tenan).

Ada menu istimewa yang bisa anda coba, burung ayam-ayam. Ya ini burung yang dagingnya tak terlalu tebal, tpai rasanya gurih, biasanya dibakar atau digoreng lalu dinikmati dengan sambal, wuiih… Hanya saja untuk yang satu ini jarang-jarang tersedia.

14189916981590052797
14189916981590052797
Ini burung ayam-ayam

***

Pasar Empat enam, bertahan di tengah kepungan pasar-pasar modern, entah kelas mini market atau yang kelas supermarket. Empat enam menjadi semacam ikon perlawanan atas pemodal besar. Empat enam berisi kumpulan pedagang lokal di sekitar lokasi pasar yang menjual hasil kebun atau hasil tangkapan mereka sendiri. Tak perlu bermodal besar untuk membangun gedung pasar berpendingin ruangan, cukup memanfaatkan ruang-ruang sisa di pinggiran jalan. Manajemen pasar dilakukan bersama, ada yang menjadi kordinator kebersihan, keamanan dan juga kordinator parkir. Disamping itu, ada arisan pedagang yang dikelola untuk menambah modal dagang mereka.

Empat enam lebih dari sekedar tempat bertemunya pedagang dan pembeli, ini adalah ruang menemukan “Indonesia”, paling tidak bagi saya. Sulit rasanya menemukan Indonesia di tempat-tempat belanja modern yang serba lengkap dan tertata rapi. Apalagi produk yang dijual serba luar negeri. Lihat di rak yang kiri apel Washington, susu Australia, daging Australia, jeruk dari Tiongkok, rak sebelah kanan ada yoghurt dari Thailand, mangga dari Bangkok, bahkan ikan Salmon awetan yang entah dari mana. Lalu mana “Indonesia” ? Tetap ada terselip-selip di rak belakang yang kadang luput dari pandangan.

Di empat enam produk serba lokal bahkan sangat lokal, lebih dari itu, ada keakraban, ada intimitas antara pembeli dan penjual. Bukankah itu yang khas Indonesia; persahabatan. Bahkan disini kalau ada satu saja pedagang yang sakit atau menghadapi masalah, dengan mudah diketehui oleh yang lain. Bahkan pembeli juga bisa tahu. Sesekali bawa duit kurang, bolehlah ngutang dulu.

Entah sampai kapan Empat enam akan bertahan, negara belum hadir di Empat enam. Semua masih berjalan secara alamiah. Negara harus memproteksi Empat enam, ini bukan sekedar pasar, ni adalah identitas. Semoga Empat enam bisa bertahan di tengah kepungan !

14189917532052048376
14189917532052048376
Semoga Empat Enam bisa bertahan, ikan hias ikut senang :)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun