Ada apa dengan gudang Bulog? Seberkas misteri muncul di benak kita tiap kali mendengar polemik manajemen logistik beras yang merupakan tugas BUMN yang dikepalai Budi Waseso (Buwas) itu.
Saat ini perusahaan yang bernama lengkap Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik tersebut tercatat memiliki sekitar 2 juta ton stok beras yang menumpuk di gudang-gudang penyimpanan.
Timbunan beras sedemikian banyak terjadi akibat penyaluran yang tidak optimal. Akibatnya kualitas beras berkurang dan pada akhirnya tidak terpakai.
Tahun 2019 ini memang menjadi tahun yang berat sekaligus menentukan bagi Bulog, dimana tugas pelayanan public alias public service obligation (PSO) Bulog dikempiskan, bahkan dihapuskan.
Ini terjadi seiring selesainya transisi program bantuan pangan nontunai (BPNT). Pertengahan tahun ini, diperkirakan 15,5 juta rumah tangga sasaran yang semula menerima beras sejahtera (Rastra) pengganti Raskin bakal terlayani semua. Sebagai otoritas pelaksana, Kementerian Sosial memastikan target itu bakal tercapai. Alhasil, Bulog tidak lagi memiliki outlet penyaluran yang jelas dan pasti.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pekan lalu bilang pemerintah tengah berencana pemerintah untuk mengubah skema bantuan sosial pangan untuk masyarakat yang selama ini diberikan dalam bentuk bentuk tunai, kembali menjadi bantuan beras guna mengoptimalkan penyerapan stok di gudang-gudang Bulog.
Bahkan ada wacana pemerintah ingin mengembalikan tunjangan pangan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini diberikan dalam bentuk uang tunai, balik ke skema lama, pemberian bantuan beras.
Audit Gudang Penyimpanan Bulog
Eks Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas meminta Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso untuk transparan terkait penumpukan beras di hampir seluruh gudang Bulog. Penumpukan yang terlalu besar membuat beras-beras di beberapa wilayah menjadi busuk dan menimbulkan kerugian bagi negara.
Ia bilang untuk mengetahui ada tidaknya kerugian negara atau berujung korupsi dari penumpukan beras itu, perlu kajian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia berharap Budi Waseso selaku eks  aparatur penegak hukum dapat menerima dan bersinergi dengan usulan langkah pencegahan KPK tersebut.