Mohon tunggu...
Nol Deforestasi
Nol Deforestasi Mohon Tunggu... Petani - profil
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nusantara Hijau

Selanjutnya

Tutup

Money

Kardus Durian Jokowi untuk Taipan Sawit

20 Maret 2019   16:04 Diperbarui: 20 Maret 2019   16:06 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selama empat tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) arah pembangunan industri sawit sudah lebih baik. Kebijakan dan langkah diplomasi yang dilakukan Jokowi terbukti cukup efektif dalam upaya menjagala sawit dari berbagai serangan kampanye negatif.

Presiden aktif membela dan melobi negara-negara Eropa yang cenderung menghambat sawit sebagai contoh ketika muncul usulan Resolusi Eropa. Berkat lobi aktif yang dilakukan jajaran menterinya, Resolusi Eropa dapat diulur pemberlakuannya sampai 2030.

Terobosan lain adalah lahirnya Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit pada 2015. Badan pembiayaan ini merupakan impian lama para pelaku supaya dana dari sawit dipakai untuk kepentingan sawit.

Biodiesel B20. Foto: Mike Blake
Biodiesel B20. Foto: Mike Blake
Di bidang energi terbarukan, penggunaan biofuel berbasis sawit terus meningkat. Pemerintah memperluas penggunaan biodiesel campuran 20% (B20) ke semua sektor baik PSO dan non PSO. Perluasan ini membantu penghematan devisa negara sampai US$6 miliar per tahun.

Pemerintahan Jokowi juga memperhatikan produktivitas sawit rakyat. Melalui Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), pemerintah memberikan bantuan Rp25 juta per hektare kepada petani peserta program peremajaan untuk menggantikan tanaman tua dan rendah produktivitasnya. Program ini ditargetkan menjangkau kebun sawit rakyat seluas 185 ribu per hektare.

Namun, ditengah citra pro sawit tersebut, Jokowi kembali menunjukkan sikap "standar ganda." Ia menyarankan para petani untuk berpikir ulang untuk melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit. Lebih baik bagi mereka untuk memanfaatkan lahannya untuk menanam pohon durian lantaran varietas produknya yang beragam.

Lebih dari itu, tidak semua negara mampu memasok durian di pasar internasional dengan masif.

merdeka.com
merdeka.com
"China minta ke Malaysia saja kurang. Durian kita ini ada semua. Kita ada durian kuning ada, durian item ada, durian merah ada, saya lihat semuanya. Durian macam-macam saya lihat semuanya, tapi tidak terkelola dalam sebuah manajemen yang bagus," ujarnya di Istana Negara, kemarin.

Ia menuturkan, saat ini lahan sawit di Indonesia telah mencapai sekitar 14 juta hektare dengan produksi per tahun mencapai 46 juta ton. Angka tersebut terbilang sangat besar mengingat kencangnya diskriminasi Uni Eropa terhadap sawit, yang menyebabkan produk sawit Indonesia dan Malaysia sulit menembus pasar internasional.

Terbukti dengan langkah Komisi Uni Eropa yang saat ini merancang aturan untuk menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar nabati/BBN (biofuel) berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga 2030.

Bila aturan itu disetujui oleh parlemen Uni Eropa, maka keputusan tersebut akan menjadi malapetaka bagi Indonesia selaku salah satu produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Tentu, hal ini bukan kabar baik bagi para petani sawit.

Ketiga, adalah keputusan India yang mengenakan tarif bea masuk sebesar 40% terhadap produk CPO Indonesia. Pungutan untuk minyak kelapa sawit olahan dipangkas dari sebelumnya 54% menjadi 50% atau lebih tinggi dari CPO Malaysia sebesar 45%. "Ini ada masalah dengan EU belum rampung. Ada lagi dengan India belum rampung juga, terkena tarif bea masuk," katanya.

Belum lagi akses mendapatkan kredit untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit sulit didapat. Perbankan merasa berat untuk memberikan kredit mengingat harga sawit saat ini sedang turun.

Inkonsistensi?

Sepintas tampaknya presiden kita sangat peduli dengan nasib petani sawit. Namun benarkah demikian? Ataukah Jokowi dengan sengaja "menggiring" para pemain kecil untuk memberi ruang yang lebih besar kepada para taipan sawit?

Tentu kita masih ingat besaran triliunan rupiah yang diberikan sebagai subsidi bagi sejumlah perusahaan sawit berskala besar sebagai timbal balik atas penjualan minyak kelapa sawit untuk campuran solar alias biodiesel. Sepanjang Januari---September 2017, lima perusahaan sawit berskala besar mendapatkan subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan total mencapai Rp7,5 triliun.

Lima perusahaan sawit itu adalah Wilmar Group, Darmex Agro Group, Musim Mas, First Resources, Louis Dreyfus Company (LDC). Angka yang fantastis bukan?

Kebijakan yang sejujurnya perlu dipertanyakan. Mengapa konglomerat sawit disubsidi besar-besaran, sementara petani malah disuruh ganti tanam petai, jengkol dan durian? Mengapa tidak sebaliknya?

Acuan
Sawit banyak masalah, Jokowi usul petani tanam durian
Harga sawit anjlok, Jokowi sarankan ganti tanam durian
Lima konglomerat sawit disuntik subsidi mega Rp75 triliun

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun