Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Di Antara Segala Kemungkinan: Dari Superposisi hingga Dunia Paralel

16 April 2025   15:30 Diperbarui: 16 April 2025   15:30 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Darlene Alderson: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-laki-laki-lelaki-kreatif-4389463/ 

Dalam film "Everything Everywhere All At Once", kita diajak menyaksikan seorang ibu paruh baya yang mendadak memiliki akses ke versi dirinya di dunia-dunia lain. Ia menjadi ahli kungfu, koki hibachi, penyanyi opera, bahkan batu yang bisa berbicara. Semua versi itu hidup, nyata, dan saling berkaitan. Bagi penonton, ini mungkin sekadar fiksi yang memikat, tapi bagi dunia fisika kuantum, ini adalah petualangan menuju jantung dari salah satu teori paling menakjubkan: superposisi.

Dalam dunia yang kita kenal, segala sesuatu tampak pasti, bola jatuh ke tanah, air mengalir ke bawah, dan matahari terbit dari timur. Namun, jika kita menyelam cukup dalam, hingga ke tingkat partikel subatomik, semua kepastian itu menghilang. Partikel seperti elektron atau foton tidak hanya berada di satu tempat, tapi bisa berada di banyak tempat sekaligus. Ini adalah superposisi: keadaan simultan dari berbagai kemungkinan.

Fisikawan menyebutnya sebagai kenyataan kuantum. Kucing Schrdinger yang terkenal, baik hidup maupun mati sebelum kotaknya dibuka, adalah metafora dari prinsip ini. Bagi dunia makro kita, ini tampak mustahil. Tapi dalam skala mikroskopik, ini adalah hukum alam. Yang menarik, bukan hanya partikel yang bisa berada dalam berbagai kemungkinan. Jika kita meneruskan logikanya, seluruh realitas pun bisa terbelah pada tiap titik keputusan.

Di sinilah muncul gagasan yang lebih menggugah: Interpretasi Banyak Dunia, atau "Many Worlds Interpretation", yang dikemukakan Hugh Everett III pada 1957. Menurutnya, setiap kali ada peristiwa kuantum dengan beberapa hasil kemungkinan, maka semua hasil itu benar-benar terjadi, namun di semesta berbeda. Dunia kita beranak cabang setiap detik, menciptakan versi alternatif dari realitas.

Dalam satu dunia, Anda membaca artikel ini dengan tenang. Di dunia lain, Anda mungkin sedang menulisnya. Di dunia yang lain lagi, Anda memutuskan untuk tidak membuka internet sama sekali dan malah pergi berjalan kaki menyusuri taman. Semua kemungkinan itu tidak hilang, hanya berjalan di jalurnya masing-masing, dalam realitas yang berdampingan namun tak saling berinteraksi.

Ide ini terdengar seperti dongeng modern, tetapi menjadi fondasi dari begitu banyak narasi fiksi ilmiah modern. Film seperti "Doctor Strange in the Multiverse of Madness", "Spider-Man: No Way Home", dan "Interstellar" menggunakan gagasan paralel universe ini sebagai elemen cerita utama. Namun, mereka bukan sekadar hiburan visual. Mereka membawa serta pertanyaan yang lebih dalam: Apakah kita hanya satu versi dari diri kita yang mungkin? Apakah keputusan kecil bisa melahirkan dunia yang sama sekali berbeda?

Secara ilmiah, teori Many Worlds belum bisa dibuktikan secara langsung. Kita belum memiliki teknologi untuk melompat antar semesta atau mengintip ke dalam kemungkinan yang tak kita pilih. Tapi teori ini tetap hidup dan dihormati karena konsistensi matematisnya. Fisikawan seperti Sean Carroll bahkan berpendapat bahwa ini adalah cara paling rasional untuk memahami superposisi tanpa harus menerima bahwa kenyataan "menggantung" sebelum diamati.

Tapi bahkan jika kita mengesampingkan laboratorium dan rumus matematika, gagasan multiverse tetap menemukan tempatnya, dalam diri kita sendiri. Setiap orang hidup dengan cabang-cabang kemungkinan yang tak jadi kenyataan. Dalam penyesalan kita, dalam angan-angan, dalam harapan akan masa depan yang belum pasti, multiverse hidup sebagai realitas psikis. Kita semua pernah berkata, "Andai saja waktu itu aku..." dan dalam kalimat itu, kita membuka pintu ke dunia paralel tempat keputusan itu kita ambil.

Dengan demikian, multiverse bukan hanya urusan fisika, tapi juga eksistensi. Ia menjadi cermin dari kebebasan kita memilih, dan konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil. Dunia mungkin tidak benar-benar bercabang dalam realitas fisik, tapi dalam hidup, setiap langkah selalu membuka dan menutup kemungkinan.

Dari prinsip yang sama pula, lahir gagasan yang kini menjadi jantung revolusi teknologi berikutnya: komputer kuantum. Bila komputer klasik hanya mengenal bit, yang bernilai 0 atau 1, komputer kuantum mengenal qubit, yang bisa bernilai 0 dan 1 secara bersamaan, berkat prinsip superposisi. Bayangkan koin yang sedang melayang di udara, belum jatuh ke salah satu sisi, itulah qubit. Dengan qubit, komputer kuantum bisa memproses banyak kemungkinan sekaligus, bukan satu per satu seperti komputer biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun