Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pasar, Ramadan, dan Kisah Ketahanan di Samarinda

26 Maret 2025   22:54 Diperbarui: 26 Maret 2025   23:48 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh NIC LAW: https://www.pexels.com/id-id/foto/foto-kerumunan-orang-di-pasar-757432/

Langit Samarinda mulai meredup, semburat jingga di ufuk barat perlahan menghilang. Dari kejauhan, suara azan Maghrib menggema di antara gedung-gedung dan perkampungan, memanggil mereka yang berpuasa untuk berbuka. Di sudut-sudut kota, aroma masakan khas Ramadan menguar dari dapur-dapur rumah, sementara di Pasar Segiri, denyut kehidupan masih terasa kencang.

Aku menyusuri lorong-lorong sempit pasar ini, sebuah tempat yang selalu menjadi pusat perhatian menjelang Lebaran. Pedagang berjejer dengan tumpukan bahan pokok, bumbu dapur, dan berbagai kebutuhan rumah tangga. Di sela hiruk-pikuk suara tawar-menawar, seorang ibu paruh baya berkerudung lusuh tampak sibuk menata cabai rawit merah dalam kantong-kantong plastik kecil. Aku menghampirinya.

"Hari ini harga berapa, Bu?" tanyaku.

Matanya berbinar melihat calon pembeli, tapi senyum yang terbit di wajahnya sedikit hambar. "Seratus ribu sekilo, Pak. Mahal, ya?"

Aku mengangguk, tak bisa membantah. Harga cabai memang melonjak tajam. Jika di bulan biasa masih berkisar di angka Rp40.000 hingga Rp60.000 per kilogram, kini hampir dua kali lipatnya.

"Bukannya stok masih ada?" tanyaku lagi.

"Iya, ada. Tapi dari sananya sudah mahal," jawabnya, merujuk pada pemasok yang menaikkan harga sejak awal Ramadan. "Kalau kami jual murah, nanti malah nombok. Padahal kami juga butuh uang buat Lebaran."

Aku bisa merasakan dilema itu. Kenaikan harga bukan hanya angka di papan dagangan; ia adalah realitas yang harus dihadapi oleh mereka yang hidup dari jual beli. Para pedagang kecil ini bukan spekulan, mereka hanya mencari nafkah, mencoba bertahan di tengah ekonomi yang terus bergerak naik turun.

Di sisi lain, sebagai kepala keluarga, aku pun merasakan dampaknya. Ambu, istriku, yang lebih pintar dalam mengatur keuangan rumah tangga, selalu tahu bagaimana menyesuaikan belanja. Tapi tetap saja, kenaikan harga menjelang Lebaran memaksa kami untuk berpikir ulang dalam memilih bahan makanan.

Kabar baiknya, pemerintah kota tidak tinggal diam. Dinas Perdagangan Samarinda menggelar pasar murah di 20 titik, termasuk di dekat kawasan Samarinda Ulu, tempat kami tinggal. Aku sempat mampir ke sana beberapa hari lalu. Pemandangan di sana tak kalah sibuk dari pasar tradisional: beras, minyak goreng, dan gula pasir dijual dengan harga lebih miring. Antrean panjang terbentuk sejak pagi, sebagian besar dihuni ibu-ibu rumah tangga yang berharap bisa menghemat belanja mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun