Mohon tunggu...
Hilman I.N
Hilman I.N Mohon Tunggu... ASN

Si bodoh yang tak kunjung pandai

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Oscar 2025, antara Seni dan Ideologi, di Mana Posisi Kita?

28 Februari 2025   08:43 Diperbarui: 4 Maret 2025   13:28 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto oleh L Minh, Sumber: pexels.com)

Di balik gemerlap lampu Hollywood, di suatu sudut panggung yang sunyi, ada pertanyaan yang menggantung: Apa sesungguhnya yang ingin dirayakan oleh Oscar? Malam penghargaan yang dulu diagungkan sebagai puncak apresiasi seni peran kini seperti sedang menari di atas panggung yang retak.

Retaknya bukan karena kurang cahaya, melainkan karena fondasi nilai yang kian dipertanyakan. Oscar 2025 menjadi saksi bisu ketika Emilia Prez, sebuah film yang mengusung kisah transformasi gender, menjadi simbol perdebatan global. 

Bukan hanya tentang akting atau alur cerita, melainkan tentang pertarungan ideologi yang menyentuh jantung budaya kita sebagai bangsa Timur yang menjunjung harmoni antara seni, moral, dan tradisi.

Sebagai orang Indonesia yang tumbuh dalam naungan nilai-nilai ketimuran dan agama, kita paham betul bahwa seni bukanlah vakum. Ia hidup dalam konteks masyarakat yang menghidupinya. 

Tetapi ketika Emilia Prez memaksa kita untuk merayakan transformasi gender sebagai "keberanian naratif", di situlah garis merah mulai terlihat. 

Karla Sofa Gascn, aktris transgender yang dinominasikan sebagai Best Actress, mungkin layak diacungi jempol atas kemampuan aktingnya. 

Namun, di balik itu, ada pertanyaan yang lebih dalam: Apakah nominasi ini benar-benar tentang penghargaan terhadap seni, atau sekadar pemenuhan kuota "keragaman" yang dipolitisasi?

Di Indonesia, isu ini bukan sekadar wacana. Ia menyentuh akar budaya kita yang menganggap laki-laki dan perempuan sebagai pasangan yang melengkapi, bukan untuk dipertukarkan. 

Dalam Islam, perubahan gender bukanlah hal yang bisa dirayakan, melainkan ujian yang harus dihadapi dengan kesabaran dan ketakwaan. 

Nilai ini tertanam dalam keseharian kita, dari cerita wayang yang mengajarkan tentang dharma hingga petuah orang tua bahwa "setiap ciptaan Allah punya kodratnya". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun