Mohon tunggu...
Nurlaely
Nurlaely Mohon Tunggu... Guru - Seseorang yang terus belajar

eine gluckliche Frau

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kata Bijak dari Ibu Laksana Sajak Merasuk Kalbu

3 Januari 2018   15:51 Diperbarui: 3 Januari 2018   15:57 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"... Seperti udara... kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas... ibu...ibu.."

Setiap aku mendengar lagunya Iwan Fals selalu air mata tak bisa kutahan menetes dari kelopak mataku. Betapa tidak, ibu adalah mahluk Tuhan yang sangat berarti dan tidak cukup satu hari untuk membicarakan sosok dan peran beliau dalam hidupku, apalagi merinci hadiah dari ibu, baik materil maupun spirituil yang tak pernah lekang oleh waktu.

Ibu adalah seorang wanita tangguh. Beliau wong Jowo yang berjodoh dengan ayahku, yang bersuku Sunda. Sebagai orang Solo ibu sangat lembut dan tidak pernah melontarkan kata-kata kasar dan berapi-api kala marah. Ketika beliau marah beliau hanya berdiam diri, tanpa kata, dan itu cukup membuat aku dan saudara-saudaraku ketar-ketir. 

Sebagai istri dari seorang pegawai negeri rendahan yang hanya lulusan setara SMA dengan gaji yang tidak terlalu besar serta anak yang berjumlah sembilan orang,  ibu berusaha membiayai sekolah kami walau dengan tertatih-tatih. Prinsip Ibu tidak ada kata tak punya uang saat berhadapan dengan urusan pendidikan. Memang selain dari gaji, orang tua kami memiliki sebuah rumah di Jalan Dipatiukur, Bandung, yang beberapa kamarnya dijadikan tempat kost mahasiswa ITB dan UNPAD (zaman dulu UNPAD belum membangun gedung tempat kuliah di Jatinangor).

Kehidupan kami jauh dari kata berlebih, tapi Alhamdulillah kami tidak pernah kekurangan dalam segi sandang dan pangan. Ibu selalu memasak setiap hari dengan menu yang beraneka ragam. Walau sudah lama tinggal di tanah Sunda, ibu lebih dominan memasak makanan Jawa, seperti gudeg, sayur krecek, bhotok, sambel Jenggot, dan lain-lain.

 Akibatnya  aku kurang mengenal masakan-masakan Sunda dari pihak ayahku,  seperti: karedok leunca, reuceuh kacang panjang dan masakan khas Sunda lainnya. Masih ingat ketika aku baru menikah dan tinggal dengan mertuaku yang Sunda tulen, saat keluarga besar mertuaku sedang berkumpul pada hari libur, mertuaku membuat reuceuh kacang panjang dan goreng ikan asin,  ditambah telur balado dan krupuk. 

Menurut mereka reuceuh dan ikan asin tersebut nikmat disantap bersama-sama, karena kalau sehari-hari mereka juga jarang membuat masakan khas Sunda. Sedangkan aku hanya makan dengan krupuk saja karena aku tidak familiar dengan makanan tersebut, dan selain itu akupun kurang suka makanan pedas, sehingga ada sebagian dari saudara suamiku menganggap aku adalah orang yang suka pilih-pilih makanan.

Kembali ke sosok ibu, walau beliau hanya lulusan SKP (Sekolah Kepandaian Putri) atau setingkat SMP, ibu selalu memperhatikan kebutuhan sekolah kami. Ibu selalu menjadi ibu 'siaga' saat aku diharuskan membeli buku-buku pelajaran oleh guruku. Saat aku sekolah aku tidak pernah tahu kapan ibu punya uang atau tidak, yang penting aku punya buku dan ibu tidak pernah mengeluh. Ibu berkata bahwa beliau hanya bisa memberikan pendidikan untuk bekal kami mengarungi kehidupan. 

Sebagai perhatian ibu dalam hal pendidikan, beliau juga turut andil mengarahkan sekolah yang akan kutuju. Dulu saat aku ingin meneruskan ke SMEA ibu melarangku dengan keras. Kata Ibu SMEA itu sempit sedangkan aku disuruh ibu untuk kuliah seperti kakak-kakakku, jadi SMA lah yang paling cocok untukku. Kemudian saat lulus SMA dan aku ingin meneruskan kuliah di IKIP Surabaya, sekali lagi ibu melarangku walau disana ada kakak laki-lakiku yang bekerja sebagai tentara Angkatan Laut. Ibu khawatir dengan diriku yang terlalu "lemah" menghadapi kehidupan di Surabaya. Akhirnya Ibu mengizinkanku untuk kuliah di kota kelahiranku, kota Bandung.

Sejak kecil ibu mendidik kami, anak-anaknya, untuk tidak iri dengan kehidupan orang lain. Saat aku membandingkan kehidupan temanku yang anak tunggal, beliau berkata bahwa aku harus bersyukur dengan pemberian Tuhan. Contohnya saat ibu memasak kolak untuk buka puasa, ibu selalu menuangkan kolak kedalam gelas-gelas sejumlah kami yang ada di rumah dan aku harus puas dengan segelas kolak tersebut. Sedangkan kala aku melihat temanku yang anak tunggal, dia dengan bebasnya mengambil kolak dari panci berkali-kali. 

Tapi pendapat ibu berbeda dengan pendapatku, ibu berkata bahwa tidak semua yang membuat kenyang itu akan barokah untuk tubuh, dan akupun akhirnya mengerti. Lalu saat aku akan melanjutkan ke SMP negeri favorit di kotaku, aku mendengar orang tua teman-temanku kasak-kusuk kepada guru di SMP tersebut agar diterima. Saat aku menceritakan hal ini kepada ibu, beliau berkata bahwa aku harus yakin pada Tuhan yang maha kuasa dan pada kemampuan diriku, bahwa aku pasti diterima di SMP tersebut. Selain itu ibu katakan bahwa perbuatan 'suap' merupakan salah satu perbuatan tidak jujur dan juga kami bukan orang yang berlebih, boro-boro buat nyogok, buat makan sehari-hari dan keperluan sekolah juga sudah megap-megap. 

Ketika aku menginjak usia ke 10, ibu membuatkan pesta ulang tahun kecil-kecilan. Aku mengundang beberapa temanku untuk merayakan pesta. Ibu buatkan baju spesial ulang tahun berwarna putih tulang dipadu coklat, kue tart ulang tahun dan pernak-pernik pesta. Aku sangat senang sekali karena tanpa aku minta ibu membuatkan pesta kejutan untukku. Dan satu hal yang istimewa yang tidak pernah aku temui di tempat pesta ulang tahun teman-temanku sebelumnya adalah lagu yang ibu nyanyikan sebagai hadiah dari ibu. 

Beliau mengatakan bahwa hadiah itu tidak harus berupa barang saja, tapi bisa juga berupa lagu. Beliau menyanyikan lagu 'combro' yang aku ingat penggalan lagunya: "Combrooooo... dibuatnya dari apa? Sing..sing..kong... Sing..sing..kong". Sejak itu teman-temanku sering menyanyikan lagu itu walaupun dengan tertawa-tawa lucu karena merasa asing dengan lagu combro itu, tapi yang pasti lagu ibu sukses menjadi trending dikalangan teman-temanku. 

"Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menerangi dunia......"

Seperti bait lagu tersebut begitu pula peran ibu kepadaku. Kala itu anak-anakku masih kecil dan sebagai wanita bekerja akupun selalu memiliki pengasuh anak untuk menjaga anak-anakku saat kutinggalkan bekerja. Tetapi sangat sulit mencari pengasuh anak yang bisa betah bertahun-tahun, selalu saja aku berganti pengasuh anak. Rata-rata alasan mereka sederhana: lebih baik disuruh mengurus rumah daripada mengurus anak kecil. Kalau mengurus rumah ada waktu selesainya, sedangkan kalau mengurus anak kecil tidak ada selesainya. Ketika aku sudah pontang-panting mencari pengasuh dan hasilnya nihil, lagi-lagi ibu menjadi ibu sekaligus nenek "siaga". Ibu mau mengorbankan waktu dan sangunya untuk menjaga cucu-cucunya. Ibu berbagi kasih sayang dengan cucu-cucu dari kakakku yang lain tanpa pamrih. 

Sebenarnya aku malu pada ibu, karena sampai aku berumah tangga aku masih menyusahkan ibu. Pernah terpikir olehku untuk mengundurkan diri saja dari pekerjaanku dan total mengurus rumah tangga. Saat aku sampaikan hal ini pada ibu yang sedang mengasuh anakku, tampak disudut matanya ada kristal putih berkilau. Lagi-lagi ibu berkata bahwa seorang wanita harus bekerja, itu sebabnya ibu tidak membeda-bedakan anak perempuan dan anak laki-laki dalam hal pendidikan formal, agar semuanya bisa berkarir. Alhamdulillah perkataan ibu aku turuti dan sampai sekarang anak-anakku beranjak dewasa aku masih menjadi seorang wanita bekerja. 

"... Tetes Air mata ibu... Bening sesejuk air suarga.. Isak tangis ibu, indah bagaikan nyanyian bidadari....."

Penggalan lagu dari Bimbo betul-betul membuatku menangis lagi. Kalau aku ingat hadiah dari ibu sungguh luar biasa dalam kehidupanku. Kata-kata bijak dari ibu laksana sajak merasuk kalbu. Begitu banyak kata bijak yang keluar dari mulut ibu, seperti: "Ibu hanya bisa memberikan pendidikan untuk bekal kamu mengarungi kehidupan, kamu harus bersyukur dengan pemberian Tuhan, kamu harus yakin pada Tuhan yang maha kuasa dan pada kemampuan dirimu, hadiah itu tidak harus berupa barang saja, tapi bisa juga berupa lagu". 

Pantaslah Nabi Muhammad SAW saat ditanya sahabatnya tentang siapa yang harus dihormati seorang anak, beliau menjawab: "ibu, ibu, ibu", dan yang keempat baru beliau mengatakan: "ayah".  

Kata kunci : Hadiah dari Ibu, kata bijak, sajak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun