Pendahuluan
Dalam beberapa tahun terakhir, istilah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan semakin sering muncul di kehidupan kita. Dari smartphone yang bisa mengenali wajah pemiliknya, aplikasi transportasi yang mampu memprediksi rute tercepat, hingga platform belanja online yang seakan tahu produk apa yang ingin kita beli, semua itu adalah contoh nyata hadirnya AI.
Namun, sebelum AI berkembang pesat, dunia pemrograman sudah lebih dulu mengenal pemrograman konvensional. Inilah cara klasik yang digunakan programmer sejak komputer pertama kali diciptakan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apa perbedaan mendasar antara pemrograman AI dengan pemrograman konvensional? Mengapa AI terasa lebih "pintar" dibandingkan program lama yang serba kaku?
Pemrograman Konvensional: Logika yang Serba Teratur
Bayangkan kita sedang membuat sebuah resep masakan. Untuk menghasilkan makanan yang sama persis, kita harus menuliskan langkah demi langkah yang jelas: berapa sendok garam yang dipakai, kapan harus memasukkan bumbu, dan berapa lama waktu memasaknya.
Begitulah cara kerja pemrograman konvensional. Programmer menuliskan aturan atau instruksi secara detail dalam bentuk kode. Komputer hanya menjalankan perintah tersebut tanpa bisa menyimpang sedikit pun.
Contoh sederhananya adalah program kalkulator. Programmer menentukan aturan bahwa:
Jika tombol "+" ditekan, maka lakukan operasi penjumlahan.
Jika tombol "-" ditekan, lakukan operasi pengurangan.
Jika tombol "x" ditekan, lakukan operasi perkalian.
Komputer tidak bisa menafsirkan situasi lain di luar aturan itu. Jika ada kasus baru yang tidak tertulis dalam kode, komputer akan "bingung" dan biasanya menghasilkan error.