Mohon tunggu...
Noval Kurniadi
Noval Kurniadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Speaking makes words, writing makes wor(l)ds

Passion is the fashion for ur ACTION. Passion without action is NO MENTION! | Kontributor wikipedia | www.valandstories.com | Novalku@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Owa Jawa, Monogami yang Ironi dan Komitmen Pertamina

14 November 2017   20:44 Diperbarui: 18 November 2017   20:44 2139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Itu dia!"

Seorang pria menunjuk ke atas pohon. Seketika kami menatap ke arah pohon yang ditunjuk. Semula saya kebingungan. Dimana? Tapi setelah saya melihatnya dengan saksama akhirnya saya 'engeh' juga. Ada sosok makhluk berbulu hitam keabuan sedang bergelantungan dari satu pohon ke pohon lain. Sayangnya jarak antara kami dan makhluk itu begitu jauh sehingga tidak tampak begitu jelas.

"Itu dia anaknya!" Lanjut pria berbaju hijau itu sembari menunjuk ke arah pohon yang sama.

Sebagian dari kami mengabadikan momen tersebut, tak terkecuali dengan saya. Kami pun terpana. Oalah... ternyata itu yang namanya owa jawa!

Owa Jawa, Monogami Yang Ironi

Keanekaragaman hayati Indonesia tak perlu diragukan lagi. Owa jawa adalah salah satu buktinya. Melalui Kompasiana visit bersama Pertamina, 20 orang kompasianer berhasil mewujudkan impiannya untuk berkunjung dan melihat secara langsung habitat asli owa jawa di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat pada Senin, 13 November 2017. PPKAB sendiri telah berdiri sejak 1998.

Berfoto di dekat papan informasi PPKAB (dokpri)
Berfoto di dekat papan informasi PPKAB (dokpri)
Perjalanan dilakukan dengan menggunakan bus dari Bentara Budaya Jakarta melewati jalan tol. Usai tiba di kawasan Taman Nasional, kami kemudian mengganti moda transportasi dengan mobil jeep.Hal itu dikarenakan kondisi jalan yang dilalui tidak memungkinkan. Selain tidak muat untuk dilalui bus, jalanannya juga masih berupa tanah dan berada di pinggir ladang. Jika hujan turun jalanan akan menjadi 'blok' dan tentu saja sulit dilewati oleh kendaraan biasa. Maka, mobil jeep menjadi satu-satunya transportasi andalan. Sensasi layaknya naik roller-coasterpun kami rasakan saat menaiki kendaraan ini.

Kondisi jalan menuju PPKAB (dokpri)
Kondisi jalan menuju PPKAB (dokpri)
Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 30 menit, kami akhirnya tiba juga di tempat pelestarian. Badiah, Kepala Bidang Wilayah Bogor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangarango menyambut kedatangan kami. Ia kemudian berbagi cerita dan informasi menarik terkait owa jawa kepada kami.

Owa Jawa (dok. Pertamina)
Owa Jawa (dok. Pertamina)
"Tadi pagi owa jawa melakukan morning call." Cerita Badiah. Morning call. Yap, owa jawa memiliki kebiasaan melakukan morning call. Setiap pagi mereka akan mengeluarkan suara dan bersahut-sahutan layaknya manusia. Sayang, berhubung kami tiba di sana sekitar pukul 10.30 WIB, maka kami tak dapat mendengarkan morning callala Owa Jawa.

Badiah, Kepala Bidang Wilayah Bogor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (dokpri)
Badiah, Kepala Bidang Wilayah Bogor Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangarango (dokpri)
Badiah melanjutkan ceritanya. Bernama latin hylobates moloch,owa jawa adalah binatang endemik berupa jenis kera kecil dengan bulu berwarna hitam keabu-abuan. Owa jawa tersebar di beberapa daerah di Indonesia, namun populasi terbanyak terdapat di daerah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat. Badiah mengaku bahwa di PPKAB terdapat 13 kelompok owa jawa dimana minimal terdapat 1 jantan dan 1 betina dengan posisi sebagai ayah dan ibu. Sekilas owa jawa mirip dengan monyet. Namun sebenarnya berbeda. Perbedaan paling mendasar adalah monyet memiliki ekor sedangkan owa jawa tidak.

Setelah sesi sambutan selesai, kegiatan dilanjutkan dengan melakukan eksplorasi dengan didampingi oleh sejumlah petugas. Dalam kegiatan ini kami berkeliling, mendaki gunung lewati lembah seperti Ninja Hattori *lebay*. Di sinilah kami melihat keindahan habitat asli owa jawa. Ratusan anak tangga baik menanjak maupun menurun kami lalui. Jembatan juga kami seberangi. Saya merasa beruntung karena lewat kegiatan ini saya mendapatkan banyak pengetahuan baru.

"Owa jawa adalah hewan arboreal." Kata Igut, salah seorang petugas PPKAB yang mendampingi kami. Hewan arboreal adalah hewan yang tinggal di atas pohon. Dibandingkan dengan monyet yang suka hidup di atas tanah, owa jawa justru lebih 'doyan' hidup di atas pohon.

Seorang petugas menjelaskan rute di PPKAB (dokpri)
Seorang petugas menjelaskan rute di PPKAB (dokpri)
Uniknya, walau binatang, owa jawa itu family-oriented. Berbeda dengan monyet yang hidup berkelompok, owa jawa justru hidup harmonis bersama dengan keluarga seperti manusia pada umumnya. Ada posisi ayah, ibu, anak dan sebagainya. Tiap-tiap dari mereka tinggal di pohon tertentu dalam radius tertentu dan seakan menandai 'rumah' mereka masing-masing. Rata-rata usia hidup mereka adalah sekitar 30 tahun.

Permasalahan semakin rumit ketika si owa jawa beranjak dewasa, yakni usia 6 tahun. Di saat itulah mereka sudah mulai suka dengan lawan jenis. Mereka tidak sembarangan melakukan 'kawin'. Owa jawa adalah hewan yang pemilih. Mereka tidak asal 'klik' dengan calon pasangan yang akan menjadi 'suami' atau 'istri' mereka. Tapi di saat mereka telah cocok satu sama lain, maka mereka akan menjauh dari keluarga mereka bersama pasangan. Inilah babak baru dalam kehidupan owa jawa di saat dewasa.

Segi asmara lain yang patut diketahui adalah owa jawa merupakan hewan yang monogami. Ia hanya akan 'menikah' sekali seumur hidupnya bersama satu pasangan. Jika pasangannya telah mati, maka mereka tidak mau menikah lagi. Dalam kehidupan manusia, ini bisa dipandang sebagai sesuatu yang manis dan romantis karena itu merupakan tanda kesetiaan. Namun di dunia owa jawa, monogami adalah suatu ironi.

Owa jawa, hewan endemik Indonesia di ambang kepunahan (dok. Pertamina)
Owa jawa, hewan endemik Indonesia di ambang kepunahan (dok. Pertamina)
Sistem monogami yang dianut oleh owa jawa membuat populasinya tidak berkembang cepat sebagaimana hewan lainnya. Hal ini tentu saja merugikan. Sebab kalau pasangan seekor owa jawa telah mati, maka akan berhenti pula 'generasi penerus' dari owa jawa yang pasangannya mati. Kenapa? Itu karena owa jawa adalah binatang yang mudah stress. Jika pasangan dari seekor owa jawa yang mati, pasangan yang ditinggalkan bisa stress dan bahkan berakibat pada kematian. Jika kedua orang tua owa jawa mati, ini bisa berpengaruh pada kehidupan anak-anaknya dan tentu saja bisa berpotensi pada kematian pula.

Faktor monogami ditambah jauhnya jarak kelahiran bayi owa jawa dengan rentang waktu 3 hingga 4 tahun sekali membuat populasi owa jawa menjadi minim.Kini tercatat hanya ada 1000 hingga 2000 ekor owa jawa yang masih bertahan hidup. Dengan jumlah sedikit itu, owa jawa kini dinyatakan sebagai hewan dengan status critical endangered. Hiks!

Komitmen Pertamina

Sebagai salah satu BUMN terbesar di Indonesia, pertamina tak hanya membantu ketersediaan minyak dan gas di tanah air, namun juga telah berkontribusi bagi masyarakat luas. Melalui program CSR (Corporate Social Responsibility), Pertamina telah melakukan berbagai program, mulai dari pemberdayaan jamur merang, pengelolaan sampah bahkan hingga edukasi tentang bahaya penularan HIV/AIDS di jalur pantura. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Minanti Putri, Staff CSR PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field. Ia menuturkan bahwa Pertamina berusaha menjadi bagian dari solusi atas berbagai masalah di masyarakat dengan mengatasinya dari hulu ke hilir.

Minanti Putri saat berbagi cerita tentang kegiatan CSR Pertamina (dokpri)
Minanti Putri saat berbagi cerita tentang kegiatan CSR Pertamina (dokpri)
Tak terkecuali dengan pelestarian owa jawa. Tahukah kamu? Pelestarian owa jawa tak terlepas dari peran pertamina bekerja sama dengan Yayasan Owa Jawa. Jangan kira bahwa pertamina hanya fokus pada bidang-bidang yang berhubungan dengan sektor migas saja lho. Pertamina juga memegang andil besar pada perkembangan dan pelestarian owa jawa di Indonesia, khususnya di Jawa Barat.

"Pertamina terlibat sejak 2013." Tutur Agustian Fahrudin, Community Development Officer (CDO) PT Pertamina EP Subang Field.

agustian-5a0af1035a676f4b8514dab2.jpg
agustian-5a0af1035a676f4b8514dab2.jpg
Pertamina sadar bahwa owa jawa merupakan potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia dari segi keanekaragaman hayati. Oleh karena itu untuk mengantisipasi kepunahan dan agar semakin banyak kids jaman nowyang masih bisa melihat owa jawa di masa mendatang, Pertamina melalui kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) terlibat dalam pelestarian owa jawa yang telah berlangsung selama 4 tahun. Keterlibatan itu dimulai dari rehabilitasi dan pelepasliaran owa jawa di Javan Gibbon Center (JGC), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Sukabumi, Jawa Barat hingga proses habituasi owa jawa di lokasi pelepasliaran di Gunung Puntang, Hutan Lindung Gunung Malabar, Bandung Selatan, Jawa Barat. Dukungan ini juga diberikan melalui dana sebesar 500 juta per tahun untuk memenuhi kebutuhan biaya operasional pelestarian owa jawa.

Dalam waktu dekat, pertamina juga menyelenggarakan kegiatan Pertamina Ecorun yang berlangsung di Pantai Festival Ancol, Jakarta Utara pada Sabtu, 16 Desember 2017. Semua elemen masyarakat bisa ikut loh! Asyiknya, dengan mengikuti kegiatan ini kita sama saja berpartisipasi dalam penggalangan donasi untuk owa jawa. Seru, kan? Info lebih lengkap terkait kegiatan ini dapat dilihat di sini ya.

Logo Pertamina Ecorun (dok. imroadrunner.com)
Logo Pertamina Ecorun (dok. imroadrunner.com)
Dalam bidang pelestarian satwa, Pertamina terus melakukan inovasi. Ke depannya, Pertamina juga berencana memberikan dukungan terhadap konservasi macan tutul yang direncanakan dimulai pada tahun depan, 2018. Hal itu dikarenakan populasi macan tutul di Jawa Barat sudah semakin menipis padahal macan adalah salah satu hewan khas Jawa Barat. Data-data secara lebih rinci bahkan dipaparkan oleh Agus. "Di Taman Nasional Ciremai ada 1 macan tutul. Di Taman Nasional Gunung Salak ada 12 ekor. Di Taman Nasional Gunung Pangrango ada 7 ekor,"

Bagi saya, cukup harimau bali saja yang telah mengalami kepunahan. Owa jawa dan binatang-binatang lainnya seperti macan tutul janganlah sampai terjadi. Pertamina telah berkomitmen dalam melestarikannya. Pertanyaannya, bagaimana dengan kita?*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun