Klungkung, 6 Agustus 2025 — Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Universitas Udayana melalui Tim Pelaksana Program Penguatan Kapasitas Organisasi Mahasiswa (PPK Ormawa) meresmikan pembentukan serta memperkenalkan kepengurusan kelompok masyarakat “Sekaa Kertih Dusun Tihingan”. Program PPK Ormawa yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini berfokus pada pemberdayaan mahasiswa dalam menjalankan pengabdian yang selaras dengan kebutuhan riil masyarakat. Kegiatan peluncuran sekaligus sosialisasi ini berlangsung di Balai Desa Adat Tihingan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung.
Acara tersebut diikuti oleh 84 peserta yang mencakup warga Dusun Tihingan, tim PPK Ormawa HMTL, perwakilan organisasi mahasiswa HMTL Unud, serta akademisi dari Fakultas Teknik Universitas Udayana. Turut hadir I Gusti Ketut Sukadana, S.T., M.T., selaku Wakil Dekan III Fakultas Teknik, mewakili Rektor Universitas Udayana. Keterlibatan pihak universitas menjadi wujud nyata sinergi antara perguruan tinggi dan masyarakat dalam mengembangkan potensi lokal yang berorientasi pada kelestarian lingkungan.
Pembentukan “Sekaa Kertih Dusun Tihingan” menandai dimulainya proses pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan. Kelompok ini dirancang sebagai mitra strategis dalam menjalankan program-program yang telah disusun oleh tim PPK Ormawa HMTL, dengan kepengurusan yang melibatkan warga setempat secara aktif. Setelah periode PPK Ormawa selesai, Sekaa Kertih diharapkan mampu mengelola dan mengembangkan inisiatif tersebut secara mandiri.
Pada sesi inti kegiatan, tim PPK Ormawa HMTL mempresentasikan enam program kerja utama yang menitikberatkan pada upaya adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim. Rangkaian program tersebut meliputi pengelolaan sampah organik maupun anorganik, pemanfaatan air hujan melalui teknik pemanenan, serta pelestarian lingkungan yang mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat.
Salah satu program yang mendapat sambutan paling hangat dari warga adalah Rebrick, sebuah inovasi pembuatan briket dari limbah organik, terutama limbah canang yang banyak dijumpai di Dusun Tihingan. Briket ini dirancang sebagai alternatif bahan bakar ramah lingkungan untuk menggantikan arang kayu yang lazim digunakan dalam proses pembuatan gamelan, komoditas unggulan sekaligus sumber penghidupan utama masyarakat setempat.
“Kami sangat mendukung program Rebrick karena mampu memanfaatkan limbah canang yang melimpah di sini menjadi bahan bakar,” tutur I Made Raka, salah satu pengrajin gamelan. Senada dengan itu, Bendesa Adat Tihingan Gede Pandiyasa menyampaikan, “Rebrick adalah program yang paling menarik perhatian kami, sebab jika kualitasnya dapat menyamai arang, maka ini bisa menjadi opsi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dalam pembuatan gamelan.” Inovasi ini disambut positif karena tidak hanya berdampak pada pelestarian lingkungan, tetapi juga membuka peluang efisiensi biaya bagi para perajin. Selain mengurangi ketergantungan terhadap arang kayu, pemanfaatan briket Rebrick juga diharapkan membantu mengurangi timbunan limbah upacara yang selama ini belum tertangani secara optimal.
Kegiatan ini juga menjadi wadah interaksi antara masyarakat dan pihak akademisi, di mana warga memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pendapat, menyampaikan harapan, serta membahas berbagai tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan lingkungan maupun kehidupan sehari-hari. Pertukaran gagasan tersebut memperkuat prinsip partisipatif yang menjadi dasar pelaksanaan PPK Ormawa.
Salah satu topik yang mengemuka dalam diskusi adalah kendala penerapan teba modern (sumur komposter berdiameter besar yang biasanya ditempatkan di pekarangan rumah) akibat keterbatasan lahan dan tingginya biaya pembangunan. Menanggapi hal itu, tim PPK Ormawa HMTL Unud menawarkan solusi Biocare, yakni pembuatan lubang biopori sederhana menggunakan pipa PVC berdiameter 4 dim yang telah dilubangi dan ditutup dop (penutup biopori). Metode ini dinilai lebih praktis karena memerlukan ruang yang sangat sedikit dan biaya yang jauh lebih terjangkau dibandingkan teba modern. Untuk hasil optimal, disarankan setiap rumah memiliki 3–4unit biopori di pekarangan. Inisiatif ini mendapat sambutan positif dari warga karena ramah lingkungan sekaligus sesuai dengan kondisi keterbatasan lahan di Dusun Tihingan.