Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Administrasi - Gratias - Best Spesific Interest - People Choice Kompasiana Award 2022

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Langkah Antisipatif Kontrol Perilaku Adiksi Gawai pada Anak

5 November 2021   04:30 Diperbarui: 5 November 2021   18:27 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak dan Gawai | Sumber: Unsplas/Patricia Prudente

Penuturan dari orang-orang yang mengetahui benar kebiasaan ‘pelaku’ adalah sama-sama menyukai tayangan-tayangan konten video tanpa ‘filter’ bermuatan pornografi yang diaksesnya melalui laman online dengan pantauan orang tua yang sangat minim. Disinyalir memang karena pembelajaran secara daring yang tengah mereka hadapi membiaskan tujuan penggunaan gawai.

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam pendidikan saat ini penggunaan gawai tidak bisa dihindari, yang pada akhirnya, dapat menimbulkan adiksi akan bahaya pornografi pada anak-anak usia dini.  

Gawai merupakan benda yang nyaris selalu ada dalam genggaman mereka. Aktivitas sekolah di setiap level usia beberapa waktu terakhir ini memang lekat dengan aktivitas daring, gawai menjadi sahabat setia yang hampir tak berjarak dengan mereka.

Menurut data bahwa 29% anak usia dini di Indonesia telah menggunakan gawai tiga bulan terakhir (data dilansir bulan Desember 2020). Selain itu di rentang usia yang sama, sebesar 12% anak mengakses internet.

Pengalaman demi pengalaman yang saya hadapi ketika memberi sesi konseling pada beberapa anak usia remaja baik yang mengalami perilaku adiksi gawai maupun kecanduan pornografi sangat berpengaruh pada sikap dan perilaku remaja tersebut. Remaja tersebut jadi lebih pasif, defensif, bahkan agresif (lebih sering marah-marah dan emosi cenderung tidak terkontrol), juga ada kecenderungan menarik diri dari kawan-kawannya. Kehilangan motivasi untuk melakukan aktivitas-aktivitas produktif, mengurung diri dan cenderung pasif dalam aktivitas fisik, juga menurunnya self-control seseorang.

Ada bagian otak yang disebut sebagai area pre frontal cortex (bagian depan otak) pecandu pornografi yang mengalami kerusakan dan mengecil, hal ini dilansir dari laman Kompas.com (25/03/2020). 

Sebenarnya yang lebih membahayakan dari hal itu ketika mereka mulai memiliki keinginan ‘menyakiti’ orang lain karena dorongan-dorongan dalam diri yang ingin dilampiaskan (sebagai akibat kurangnya self-control).

Benar bahwa di era ini nampak mustahil untuk hidup ‘bermusuhan’ dengan gawai dalam keseharian. Di segala lini penggunaan gawai menjadi sebuah gaya hidup baru. 

Gawai bak kemudi yang dengan mudah mengendalikan hidup manusia di era digital ini. Menyikapi hal ini, sikap yang paling mungkin dilakukan adalah mendampingi putra-putri kita dalam penggunaan gawai sehingga sikap dan perilaku mereka tetap sehat.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan terkait hal ini:

  • Memberikan filter terhadap konten-konten yang diakses oleh anak-anak kita. Misalnya hanya mengakses konten-konten yang kids friendly.
  • Membekali edukasi sedini mungkin mengenai pendidikan kesehatan reproduksi (pendidikan seksualitas). Pembekalan itu setidaknya akan memberi rambu-rambu mengenai etika kepantasan yang berlaku dalam masyarakat.
  • Membatasi penggunaan gawai dan melakukan kontrol terhadap apa yang diakses oleh anak-anak.
  • Memberikan porsi yang lebih banyak pada aktivitas-aktivitas fisik, life skill, dan sejumlah aktivitas yang mengembangkan keterampilan-keterampilan motorik, serta aktivitas-aktivitas literasi sederhana.
  • Memberikan permainan-permainan yang bertujuan meminimalisir penggunanaan gawai yang memiliki tujuan mengembangkan kemampuan intrapersonal dan interpersonal.
  • Memberikan pengarahan pada anak mengenai penggunaan gawai terkait konten/ media)secara sehat

Demikian beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengendalikan perilaku adiksi gawai yang berujung negatif bagi anak-anak. 

Tentu masih banyak perbendaharaan aktivitas dan langkah-langkah antisipatif yang bisa dilakukan di lini keluarga, sekolah, dan masyarakat untuk menanggulanginya. Masa depan mereka adalah hal terpenting, saya rasa kita semua sepakat akan hal ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun