Mohon tunggu...
Yunita Handayani
Yunita Handayani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ibu yang bahagia :) www.yunita-handayani.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Peri Pitysilly

26 November 2011   05:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:10 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila tinggiku hanya lima sentimeter, dapatkah kamu bayangkan seberapa mungil jantungku? Bila mataku hanya sebesar biji wijen, dapatkah kau bayangkan seberapa besarnya manusia itu dalam pandanganku? Tapi apa yang kutangkap dengan mata biji wijenku ini mampu membuat jantung mungilku berdetak begitu kencang seakan meronta ingin keluar dari dadaku.

Sssttt…, dia datang! Memang belum tampak. Tapi aku mengenali suara motornya yang meraung keras dari jarak jauh. Aku sudah sangat mengenalinya.

Bahkan, jantungku sudah mulai berdetak kencang saat melihat motor jingganya memasuki taman ini. Ketika dia menghentikan motornya dan mulai membuka helmnya, aku terburu menyembunyikan mukaku. Ada rasa malu yang tiba-tiba menyergapku. Entah kenapa, aku merasa mukaku panas setiap harus menatap wajahnya. Tapi, tentu saja aku tidak tahan untuk tidak menatap wajahnya.

[caption id="attachment_144736" align="aligncenter" width="300" caption="Apakah kamu juga mengenalnya?"][/caption]

Dengan mengendap aku mengintipnya.Sepasang mata hitam yang bening dan dalam, dipayungi larik alis yang tebal dan menegaskan pancaran sinar matanya. Dan, hidungnya itu…. Kamu tahu betapa inginnya aku duduk di atas hidung mancungnya itu. Merasakan hangat hembusan nafasnya dan menatap telaga hitam matanya.

Aku jatuh cinta? Tentu saja. Kamu tak perlu heran.

Aku tahu aku baru bertemu dengannya lima hari. Aku tahu bahwa kami tak pernah bercakap-cakap. Aku tahu setiap hari aku hanya melihatnya sekitar dua jam, saat dia duduk-duduk di taman ini. Tapi kamu tahu kan reaksi kimia semacam itu yang terjadi? Reaksi yang tiba-tiba muncul di tubuh tanpa bisa kamu kendalikan. Ketika jantungmu terpacu lebih cepat, rasa melilit membelit perutmu, muka terasa panas serta hidungmu yang terasa mengembang ketika kau bertemu orang tertentu dalam hidupmu. Orang yang menjajah hatimu di luar kemauanmu.

Apa? Aku tidak realistis? Jadi, apakah seorang peri tidak boleh jatuh cinta?

Aku menyadari realita yang terbentang di antara kami. Aku tahu kami tak mungkin bersama. Bahkan, aku tahu dia tak akan pernah dapat melihatku. Tapi aku cukup puas hanya dengan memandangnya dari sini. Dari balik kelopak-kelopak tulip tempat persembunyianku.

[caption id="attachment_144735" align="aligncenter" width="180" caption="Tempat persembunyianku."][/caption]

Ada yang mengatakan, dua orang jatuh cinta karena menemukan satu kesamaan yang menjalin hati mereka. Kesamaan minat, kesamaan cara pandang, kesamaan masa lalu, atau juga kesamaan kepedihan. Aku tidak tahu pasti apa kesamaan kami. Yang aku tahu, dia hanya memiliki tinggi sekitar 158 sentimeter. Kamu tahu artinya memiliki tinggi badan 158 sentimeter di benua Eropa? Ya, dia seperti liliput di negeri raksasa. Rasanya, aku dapat merasakan hatinya juga karena aku seorang peri yang terdampar di dunia manusia. Rasanya adalah rasaku.

Kamu tahu apa yang paling sendu di antara degup pemujaanku ini? Aku tahu dia duduk di taman ini setiap pagi bukan untukku, bukan pula untuk menyegarkan diri, tapi untuk orang lain. Tunggulah beberapa saat lagi. Kamu akan tahu.

Nah, itu. Kamu lihat gadis berambut pirang yang mengenakan pakaian olahraga ketat itu? Itu, yang berlari dengan berkeringat sambil mengenakan earphone. Dia cantik, bukan? Tentu saja dia cantik. Karena kecantikannya itulah maka pria pujaanku rela duduk di taman ini setiap pagi. Hanya untuk dapat menatap wajahnya.

Satu lagi kesamaanku dengan pria itu. Kami sama-sama menyimpan kekaguman pada seseorang. Tapi hanya mampu menatap tanpa mampu menyatakan.

Oh, dia menuju kemari! Pria itu! Apakah dia melihatku? Apakah dia memergokiku mengintip dari balik kelopak tulip ini. Aku sudah bersembunyi rapat-rapat di dalam bunga ini. Bagaimana mungkin dia melihatku? Aku tidak boleh terlihat oleh manusia. Aku bisa berubah menjadi bintang bila terlihat manusia. Aku masih ingin berada di bumi. Bermain di antara bunga dan rerumputan.

Aku merasakan guncangan yang hebat. Bunga tulip tempatku bersembunyi tiba-tiba miring. Kucengkeram kuat sisi kelopak bunga itu agar tidak terjatuh. Sesaat kemudian aku merasa terayun-ayun. Oh, tidak! Ada yang memetik bunga tulip ini, memotongnya dengan paksa dari batangnya. Siapa yang melakukannya? Aku benci bila ada manusia memetik bunga sembarangan!

Pria pujaanku yang memetik bunga tulip ini! Untuk apa dia melakukannya? Bukan tulip tempatku bersembunyi saja yang dipetiknya. Ada dua tulip lain yang saat ini digenggamnya.

Dia berjalan membawa tiga tangkai tulip dan membuatku pusing terayun-ayun di dalamnya. Ternyata dia berjalan menghampiri gadis cantik berambut pirang yang dipujanya. Dan…, dia menyodorkan tulip-tulip ini padanya.

Sekarang aku tidak tahu lagi apa yang mereka percakapkan. Kepalaku begitu pusing karena terayun-ayun. Kesedihan juga menghantam kuat hatiku. Jadi, aku menutup telingaku rapat-rapat. Aku tidak mau mendengar perkataan apa pun lagi. Terlebih lagi percakapan manis mereka berdua.

Aku merasakan ayunan lagi. Sekarang aku berada di tangan gadis pirang itu. Dari kejauhan aku melihat pria pujaanku tersenyum begitu manis. Tak pernah kulihat dia tersenyum semanis itu. Senyuman yang menebarkan aroma penuh cinta dan rasa bahagia. Dan hatiku makin terluka karena senyuman itu bukan untukku. Tapi aku masih menatapnya hingga sosoknya mengecil. Akhirnya aku kehilangan sosoknya saat gadis itu membawaku berlari melewati sebuah tikungan.

Ayunan berhenti sesaat bersamaan dengan berhentinya langkah kaki gadis pirang itu. Lalu sebuah gerakan mengejutkan dan ekstrim tanpa bisa kuantisipasi terjadi. Gadis pirang itu melempar bunga-bunga tulip ke tanah. Menghempaskan tubuhku begitu keras ke bumi. Ada rasa sakit yang menyengat di punggungku. Aku mencoba berdiri. Di saat itulah aku melihat sebelah sayapku tergolek lemah di tanah. Sebelah sayapku patah! Aku tak akan mampu terbang lari. Bagaimana ini? Bagaimana aku harus bersembunyi dari manusia.

Sesosok perempuan datang mendekati tempatku tergolek. Dia memunguti bunga-bunga tulip itu. Aku mencoba berlari. Tapi, sejauh mana aku dapat berlari dengan langkah kecilku ini?

Akhirnya mataku bertemu dengan sepasang matanya yang berada di balik lensa kacamata. Sesaat matanya membelalak. Dia belum cukup menyadari apa yang diihatnya saat tubuhku tiba-tiba menghilang menjadi kumpulan debu tipis dan terbang ke angkasa. Tempat persemayamanku yang baru sebagai bintang.

“Nita, ngapain kamu melongo di sini? Ayo, cepat! Lima menit lagi film diputar.”

“Fer, sepertinya…, sepertinya…, aku tadi… melihat peri.”

“Uhhh, makanya jangan terlalu banyak nulis fiksi. Imajinasimu semakin liar saja, sudah keluar dari kewarasan otakmu, tuh.”

“Hmmm, mungkin… Tapi tadi terasa begitu nyata….”

Seharusnya aku mematuhi aturan alam yang ada. Seorang peri tidak boleh jatuh cinta pada manusia. Semua hanya mendatangkan kutuk. Seandainya dari awal aku dapat menahan rasaku. Seandainya aku tak pernah bertemu dengan pria itu. Sekarang, tak ada lagi peri Pitysilly.

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun