Mohon tunggu...
Khairunisa Maslichul
Khairunisa Maslichul Mohon Tunggu... Dosen - Profesional

Improve the reality, Lower the expectation, Bogor - Jakarta - Tangerang Twitter dan IG @nisamasan Facebook: Khairunisa Maslichul https://nisamasan.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Resensi Buku Hidup yang Lebih Berarti] Dengan “ATM” Ini, Hidup Semakin Berarti

20 Mei 2016   21:15 Diperbarui: 20 Mei 2016   21:40 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ki-Ka: Pak Andrie Kepala Program Daya BTPN, Pak Taryat pengusaha

Ketika “ATM” Tak Otomatis Mengeluarkan Uang

Bank sering diasosiasikan sebagai “mesin uang.”  Anggapan itu tidak sepenuhnya salah.  Bukankah ada mesin ATM atau Anjungan Tunai Mandiri (Auto Teller Machine) yang memang berfungsi untuk mengeluarkan uang bagi nasabah bank yang memiliki kartu ATM.  Akan tetapi, di lain sisi, bank juga tak melulu soal transaksi bisnis dan perputaran uang di dalamnya.  Bagaimana jika ATM dari suatu bank tak hanya menghasilkan uang, namun juga lapangan pekerjaan?  Mungkinkah itu bisa menjadi kenyataan?

Setelah membaca buku “Hidup yang Lebih Berarti: Sosok Inspiratif untuk Dayakan Indonesia” yang ditulis oleh 20 blogger Kompasiana atau Kompasianer dan diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo (Grup Kompas – Gramedia), barulah saya ngeh tentang arti konsep ATM ala program Daya dari BTPN (PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk).  Menurut Kang Pepih Nugraha sebagai COO (Chief Operating Officer) Kompasiana dalam kata pengantarnya, para sosok sederhana (tak terkecuali para pensiunan) yang kisah inspiratifnya dimuat dalam buku tersebut jelas memiliki ide dan kreativitas yang mampu mengubah suatu hal biasa menjadi luar biasa.  ATM tak sekedar menjadi tempat mereka untuk menarik uang sebagai nasabah BTPN.  ATM sukses menjelma sebagai metode “Amati, Tiru, Modifikasi.”

Bagi saya, para pelaku kisah pemberdayaan masyarakat di buku tersebut adalah bukti nyata adanya peluang luar biasa besar dalam mengoptimalkan metode “ATM” untuk kesuksesan hidup bersama.  Sekalipun mereka bisa jadi tak mengenyam pendidikan formal di bidang ekonomi dan manajemen, sistem “ATM” telah berhasil mengubah hidup mereka dari sosok yang lemah dan bergantung menjadi sosok mandiri yang percaya diri serta berdaya dan memberdayakan.  “ATM” bagi mereka adalah “Action, Time, Management.”

Lalu, bagaimanakah dan siapa sajakah sosok dalam buku tersebut yang telah sukses mengaplikasikan “ATM” sehingga membuat hidup mereka dan lingkungan sekitarnya lebih berarti? Berikut ini rangkumannya.  Selamat meneliti satu persatu dan terinspirasi setelahnya untuk turut berdaya dan memberdayakan.

A (Action) yang Mengubah Impian Menjadi Kenyataan

Semua perjalanan pasti dimulai dari satu langkah pertama.  Tanpa pernah berani mencoba untuk melangkah maju, maka siapa pun tidak akan pernah berubah nasibnya.  Bu Siti Rochanah, seorang wanita di Semarang – Jawa Tengah yang menjanda sejak wafatnya sang suami di tahun 2001 tak lantas terpuruk tanpa daya.  Sebaliknya, pengusaha penganan crispy berbahan baku ikan wader dan udang yang diwawancarai Kompasianer Agung Budi Santoso ini sekarang mantap membesarkan produknya yang diberi merek dagang “Iwak Nyuzz”.  Sempat terpukul karena usahanya di awal dulu pernah mengalami pembatalan pesanan yang mendadak sehingga dirinya tak menerima keuntungan sedikitpun.  Sekalipun demikian, the show must go on, begitu tekad salah satu peserta program Daya BTPN untuk pelatihan wirausaha dari BTPN KC Semarang tersebut.

Aksi nyata lainnya untuk membuat hidup mereka lebih berarti juga dilakukan oleh pasangan suami-isteri, Bu Ulyatidan Pak Ujang Amir.  Pengusaha kerupuk sanjai asal Payakumbuh – Sumatera Barat tersebut awalnya bekerja sebagai buruh pabrik pada usaha kerajinan kerupuk sanjai.  Sebatas bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pasangan tersebut akhirnya memberanikan diri untuk memulai bisnis kerupuk sanjai mereka dengan modal sebesar dua juta rupiah hampir 2 tahun sebelum krisis moneter tahun 1997/1998.  Bu Ulyati dan Pak Ujang Amir – diwawancarai oleh Kompasianer senior Iskandar Zulkarnain- yang memproduksi kerupuk sanjai balado “Kripik Oviga” tersebut bertekad untuk tidak akan pernah mem-PHK karyawan mereka, seburuk apapun kondisi usaha mereka.  Bantuan berupa pinjaman modal dari BTPN membuat usaha mereka terus dapat berjalan.  Selain modal berupa dana, pasangan pengusaha tersebut juga memperoleh pelatihan usaha yang dikenal sebagai program Daya dari BTPN.  Kini, di usia senja, perjuangan wirausaha mereka yang dimulai di masa lalu menuai hasil manisnya.

T (Time) yang Harus Dimanfaatkan dari Sekarang untuk Masa Depan

Para tokoh inspiratif yang dimuat kisahnya dalam buku ini paham dan sadar benar bahwa uang yang hilang dapat dicari lagi, namun waktu yang terbuang jelas membuat uang melayang.  Sesingkat apapun waktu yang mereka miliki, mereka manfaatkan sebaik-baiknya.  Contohnya adalah pengusaha tas dari bahan daur ulang, PakSolihin (42) yang berasal dari Badung - Bali.  Kepada Kompasianer Agung Soni, Pak Solihin yang sudah memulai usahanya sejak tahun 2006, mengaku jam kerja produksi tasnya yang tidak menentu itu membuatnya harus pandai menjaga stamina.  Ketepatan waktu juga menjadi syarat mutlak yang diminta para pembeli tasnya – diberi label “Olivia Collection”– yang berasal dari luar negeri, terutama dari Eropa.  Hebatnya lagi, di sela kesibukannya memproduksi tas, Pak Solihin masih selalu menyempatkan diri untuk mengikuti pelatihan wirausaha dalam program Daya dari BTPN setiap 2-3 minggu sekali.

Usaha coklat batangan milik Pak Taryat dan Bu Eli yaitu (dok.pti)
Usaha coklat batangan milik Pak Taryat dan Bu Eli yaitu (dok.pti)
Efisiensi dan efektifitas waktu pulalah yang membuat pasangan Pak Taryat (40) dan Bu Eli (38) mantap memilih jalan hidup sebagai wirausaha.  Pasangan suami-istri yang memproduksi coklat batangan dengan merek “Alia Chocolate” ini telah merasakan langsung betapa waktu mereka dahulu habis terkuras untuk pulang-pergi ke tempat kerja.  Pak Taryat yang tinggal di Ciomas, Bogor – Jawa Barat, pernah selama 8 tahun bekerja di Mampang Jakarta dan pulang-pergi setiap hari kerja.  Tak ingin waktunya terbuang percuma di jalan saat pagi dan sore hari, dirinya dan istri akhirnya membulatkan tekad untuk memulai bisnis coklat mereka di tahun 2007.  Siapa sangka, Pak Taryat, wisudawan terbaik dalam program Daya dari BTPN pada wisuda di daerah Jabodetabek Januari 2015 tersebut tak hanya sukses mengoptimalkan waktunya untuk berwirausaha (omzet usahanya per bulan sekitar Rp20juta-Rp35juta), namun juga memiliki lebih banyak waktu luang dalam mengasuh ketiga putrinya yang masih kecil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun