Anda pecinta minuman susu cair? Jika ya, bersiaplah menghadapi kelangkaan jenama/brand susu cair tertentu (dalam kemasan kaleng) di pasaran mulai bulan Juli ini.
Kombinasi meledaknya kasus Covid-19 sejak awal Juni 2021 dengan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mulai 3-20 Juli ini membuat banyak orang semakin khawatir. Mereka pun lalu memburu sejumlah produk kesehatan untuk imunitas tubuh.
Selain susu berlogo hewan 'sultan' itu, obat cacing, vitamin C, dan kelapa hijau kini juga laris diborong warga. Tak heran, ketiga barang tersebut harganya melambung sesuai hukum ekonomi yaitu "harga barang terus meningkat seiring bertambahnya jumlah permintaan yang terjadi."
Fenomena panic buying (pembelian yang didasari kepanikan) ini bukanlah hal yang aneh dan baru.
Inilah salah satu respon manusia dalam menghadapi krisis yang dihadapi yaitu dengan cara fight (melawan) atau flight (menghindar).
Meskipun begitu, panic buying tidak lantas bisa dibiarkan begitu saja. Kita pasti masih ingat terjadinya panic buying untuk menumpuk masker di rumah masing-masing di awal terjadinya pandemi pada Maret 2020 lalu.
Harga masker pun jadi tak masuk akal dan gila-gilaan karena panic buying yang terjadi setahun lalu. Syukurlah, intervensi dan sanksi dari aparat resmi dapat membuat harga masker bisa normal kembali di pasaran.
Nah, belajar dari pengalaman panic buying untuk produk masker tahun lalu, masyarakat pun idealnya bisa tak terjebak lagi kali ini. Maka inilah 3 (tiga) cara penting untuk menghindari panic buying yang bisa kita lakukan.
1. Ketahui Pasti Kondisi Pribadi
Jika kita bukan pelaku isoman (isolasi mandiri) atau sedang menjalani pemulihan setelah sakit, susu cair murni tidak kita perlukan untuk konsumsi sehari-hari. Bagi orang sehat, susu lainnya sudah cukup sehat untuk diminum kok.
Tak dapat dipungkiri, maraknya informasi negatif seputar Covid-19 membuat masyarakat lantas memborong sejumlah barang yang (diklaim) dapat menyehatkan tubuh mereka.Â
Menurut teori Ekonomi Perilaku (Behavioural Economics), efek berupa "jika orang lain membeli, maka kita pun harus membelinya"Â dikenal sebagai Demonstration Effect.
Itulah penjelasan ilmiah dari orang yang tidak mengalami keluhan kesehatan apapun namun tetap memborong produk kesehatan karena dirinya merasa lebih tenang setelah mengikuti orang lain. Padahal, situasi dan kondisi kesehatan setiap individu jelas berbeda.
Jadi, sebelum kita membeli ini-itu untuk menambah imunitas tubuh, pastikan dulu situasi dan kondisi kesehatan kita memang memerlukannya. Kalau hanya sekadar ikut-ikutan, efek kesehatannya tidak akan optimal sementara pengeluaran malah jor-joran karena panic buying.
Konsultasi dengan tenaga kesehatan (nakes) juga layak kita lakukan untuk menghindari panic buying. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bahkan tidak memungut biaya bagi pengunjungnya sehingga layak didatangi untuk berkonsultasi.
2. Cek Sejumlah Barang Alternatif
Panic buying berupa memborong masker medis di awal Covid-19 tahun 2020 lalu bisa berkurang setelah munculnya banyak produk masker kain. Harga masker pun berangsur normal.
Saat ini, kelangkaan dan meroketnya sejumlah harga produk kesehatan terjadi karena produk tersebut, khususnya susu steril itu, diyakini sebagai (satu-satunya) solusi.Â
Padahal, produsen susu cair dalam kaleng putih itu pun sudah menegaskan bahwa produk mereka sejatinya susu murni tanpa tambahan zat super ini-itu untuk kesehatan.
Bisa jadi, kebiasaan orang selama ini dengan membawa susu yang sedang viral tersebut saat menjenguk orang sakit membuat alam (bawah) sadar banyak orang mengambil kesimpulan:Â
"Oh, minum susu brand ini bisa buat kita sehat lagi lho!"Â
Tapi, kalau orang yang dijenguk memiliki alergi susu (lactose intolerance), susu pun malah buat dirinya tambah sakit, hayo gimana tuh?
So, bagi kita yang masih terpikir untuk memburu dan memborong susu brand XYZ, obat cacing yang kini sedang naik daun, vitamin jenis ABCDE, air kelapa hijau, dan sebagainya, tahan dulu!Â
Susu bubuk pun tetap oke dan begitu pula dengan air kelapa muda (tak harus hijau) untuk diminum.
Saat asupan buah dan sayur yang kita konsumsi sudah tinggi kandungan vitamin dan mineralnya serta rutin porsinya 3x/hari, membeli suplemen vitamin dan mineral cukuplah yang memang telah disarankan dokter saja.
Untuk obat-obatan, jangan sampai panic buying malah buat kita pusing karena (asal-asalan) meminum obat yang sedang jadi trending.
3. Belilah dalam Jumlah Wajar
Lalu bagaimana jika kita memang harus membelinya karena memang perlu? Tenang, kita tetap bisa membelinya dengan kepala dingin dan akal sehat agar isi dompet tak sampai sekarat karena panic buying hehehe...
Pilihan belanja daring (dalam jaringan/online) pastinya jadi prioritas utama saat PPKM Darurat ini. Tak perlu terburu nafsu bergegas ke toko terdekat karena takut sampai kehabisan barang.
Lalu, belilah dengan jumlah yang wajar agar kita tak termasuk orang yang memperparah panic buying.Â
Kalau hanya untuk ditumpuk demi rasa aman dan nyaman, please ingatlah bahwa (masih) banyak konsumen lain yang memang jauh lebih membutuhkannya.
Belanja online dari toko dengan lokasi terdekat juga lebih baik dipilih karena ramah lingkungan dengan mengurangi polusi udara dari transportnya sekaligus irit biaya ongkirnya. Selain itu, semakin dekat tokonya, semakin cepat pula barang bisa diterima.
Kita pun bisa berbagi momen pembelian yang wajar via media sosial untuk menangkal panic buying. Saat orang terus melihat bertambahnya orang yang tetap (waras) membeli produk kesehatan tertentu yang sedang viral, maka mereka pun akan lebih berpeluang untuk tak melakukan panic buying.
Yuk, terus biasakan menjalani pola konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (responsible consumption and production), tak terkecuali dengan menjauhi panic buying. Bagaimanapun juga, kepanikan tak akan pernah bisa meningkatkan kesehatan apalagi sampai menyembuhkan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H