Mohon tunggu...
nisa kirei
nisa kirei Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

pikiran random

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

SELF-PROCLAIMED UNTUK MENDAPAT VALIDASI MENGGUNAKAN KONSEP DRAMATURGI

24 Januari 2021   10:52 Diperbarui: 10 April 2021   11:48 12981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagai manusia yang selalu saling membutuhkan, individu cenderung akan membangun atau membuat dirinya terlihat seperti lebih memahami dirinya sendiri dengan hal yang ia utarakan. Dalam prinsip Dramaturgi, interaksi yang kita lakukan dapat digambarkan dengan expression given dan expression given off. 

Expression given merupakan pernyataan yang diberikan oleh satu pihak. Expression given biasanya berupa hal yang dinyatakan, contohnya saat seseorang berkata “Saya penyuka kucing, lho”. Sementara expression given off merupakan pernyataan yang dilepaskan oleh satu pihak. Expression given off biasanya berupa tindakan yang sebenrnya merupakan informasi atau tindakan dari kebenaran expression given.

 Saat kita menganal satu individu, biasanya satu pihak akan membangun sebuah citra atau sebuah kesan yang menggambarkan pihak tersebut. Pihak lain menyebut ini sebagai first-impression. Biasanya untuk membangun first-impression individu akan melakukan expression given, pada pihak lain.

 Dalam expression given inilah biasanya individu melakukan self-proclaimed. Self-proclaimed sendiri artinya mendeskripsikan diri tanpa persetujuan orang lain, maksudnya yang terlihat disini hanyalah sudut pandang pihak yang memberi informasi, pihak-pihak penerima tidak merasa atau belum tentu membenarkan. Sikap self-proclaimed biasanya didukung oleh expression given off yang sudah secara sadar diatur untuk mendapat validasi self-proclaimed yang sebelumnya dilakukan.

Validasi itu sendiri tujuannya agar citra atau kesan yang diinginkan satu pihak menjadi impression yang akan selalu menempel pada dirinya, bukan hanya sekadar first-impression. Tidak hanya sekadar impression tetapi juga untuk menadapat sebuah “kemakluman”. Namun di beberapa individu terjadi expression given off yang manipulatif ini sangat terlihat. Individu tersebut tidak benar-benar menguasai expression given off yang menggambarkan expression given-nya. Sehingga beberapa pihak penerima informasi menyadari bahwa terdapat self-proclaimed yang sedang terjadi. Kemanipulatifan ini dapat disebut impression management.

Dalam hal ini kita dapat mengambil satu fenomena sebagai contoh yaitu maraknya orang-orang yang mengaku dan bersikap memiliki gangguan mental. Orang-orang seperti ini biasanya sering membaca di internet tentang sikap orang yang memiliki gangguan mental. Seperti mengaku pada orang lain bahwa dirinya mengalami depresi atau anxiety dan lain-lain. hal seperti ini bisa disebut self-diagnose. Namun dalam bahasan ini contoh yang digunakan adalah orang-orang yang bersikap dan memproklamirkan dirinya dengan ciri gangguan mental. Hal ini akan lebih mudah membuat orang lain memvalidasi dan memaklumi tindakan individu tersebut.

“Kemakluman” yang terjadi ini sebenarnya sejalan dengan keinginan individu tersebut dalam mempresentasikan dirinya atau presentation of self. Tujuan pastinya belum dapat ditentukan. Beberapa orang melakukan ini untuk mendapat belaskasih orang lain, beberapa lainnya mungkin melakukan ini untuk membuat kagum orang lain.

Fenomena ini dapat menggambarkan prinsip dari Dramaturgi yang dikemukakan oleh Ervin Goffman. Ketika satu individu menyatakan bahwa dirinya memiliki suatu gangguan mental kemudian memproklamirkan seperti apa itu gangguan mental, bahkan sesekali menjadi “psikolog dadakan”, bertingkah laku seakan-akan yang dilakukannya disebabkan oleh gangguan yang atau bisikan yang ada di pikirannya. Hal-hal tersebut dilakukan untuk membangun sudut pandang orang lain mengenai individu tersebut menjadi sama dengan sudut padangannya sendiri. Setelah pihak-pihak penerima informasi ini menerima mentah-mentah apa yang presentasikan oleh individu tersebut, maka saat itu juga prinsip dramaturgi sedang terjadi.

Prinsip ini sebenarnya tidak terjadi pada satu waktu saja, melainkan dalam jangka waktu yang berkepanjangan. Bahwa sebenarnya pendekatan khayalan teater ini sering sekali kita  terlibat di dalamnya, sehingga kita mempunyai sudut pandang yang sama dengan pihak pemberi informasi. Padahal saat itu pihak pemberi informasi belum tentu benar-benar mengalami apa yang ia nyatakan. Ada kemungkinan individu tersebut melakukan hal tersebut untuk menarik kita lebih dalam pada drama yang sedang ia perankan. Dalam ilmu sosiologi hal tersebut sebenarnya sah saja dilakukan karena sosiologi sendiri bersifat Non-Etis. Sifat Non-Etis ini membuat hal hal yang terjadi tidak bisa dikatakan baik atau buruk. Hanya saja fenomena tersebut terjadi dan dapat dikaji oleh ilmu sosiologi.

Referensi:

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun