Mohon tunggu...
Nisa Khairul Padilah
Nisa Khairul Padilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menyukai konten hukum, kuliner

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Perbedaan Ekonomi yang Signifikan, Memahami Realitas BSD dan Tangerang Selatan

29 April 2024   20:23 Diperbarui: 29 April 2024   20:41 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
banten.idntimes.com

Ketika kita berjalan melintasi jalan-jalan yang sibuk di BSD (Bumi Serpong Damai) dan Tangsel (Tangerang Selatan), kita tidak hanya melihat perbedaan dalam arsitektur dan lalu lintas, tetapi juga perbedaan yang lebih dalam yang menciptakan dinamika sosial yang unik di setiap kawasan tersebut. Perbedaan ekonomi, dalam hal ini, tidak hanya menjadi cerminan dari aspek materialistik, tetapi juga memperlihatkan dampak sosial yang signifikan yang mungkin terabaikan oleh banyak orang.

BSD, dengan gemerlapnya pusat perbelanjaan megah dan barisan bangunan modern yang menjulang tinggi, memancarkan aura kemakmuran dan kekayaan. Di sisi lain, Tangsel, dengan jalan-jalannya yang lebih sederhana dan pasar-pasar tradisionalnya yang ramai, menawarkan gambaran yang lebih beragam, mencerminkan spektrum ekonomi yang lebih luas. Tetapi di balik perbedaan visual ini terdapat realitas yang lebih kompleks: perbedaan ekonomi yang menjadi akar dari berbagai dampak sosial yang mungkin tidak selalu terlihat secara langsung.

Dalam narasi ini, kita akan menjelajahi bagaimana perbedaan ekonomi antara BSD dan Tangsel tidak hanya menciptakan kesenjangan materialistik, tetapi juga mempengaruhi aspek-aspek penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi.

BSD, sebagai salah satu pusat bisnis dan perkotaan yang berkembang pesat di wilayah Tangerang, menonjol dengan infrastruktur yang modern, pusat perbelanjaan yang mewah, dan kawasan perumahan eksklusif. Sementara itu, Tangsel, dengan karakteristik yang lebih beragam, mencerminkan spektrum ekonomi yang lebih luas, mulai dari kelas menengah hingga bawah.

Salah satu dampak sosial yang paling mencolok dari perbedaan ekonomi ini adalah kesenjangan sosial yang dapat memperburuk disparitas dalam akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi. Di BSD, siswa mungkin memiliki akses ke sekolah yang dilengkapi dengan fasilitas modern dan pendidik terlatih, sementara di Tangsel, infrastruktur pendidikan mungkin tidak sebaik di BSD. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan dalam kesempatan pendidikan dan kesempatan masa depan.

Selain itu, perbedaan ekonomi juga tercermin dalam kualitas layanan kesehatan yang tersedia. Rumah sakit dan fasilitas kesehatan di BSD mungkin menawarkan perawatan yang lebih canggih dan mahal, sementara di Tangsel, masyarakat mungkin menghadapi tantangan dalam mengakses perawatan kesehatan yang berkualitas karena terbatasnya infrastruktur dan biaya yang terkait.

Daerah (RPJMD) Kota Tangsel 2016-2021 teridentifikasi ada delapan permasalahan pokok pembangunan, salah satunya jaringan dan kualitas jalan yang belum mendukung fungsi kota. Kondisi itu mengakibatkan tidak terintegrasinya pembangunan antarkawasan. Contohnya, drainase antara perumahan dan lingkungan sekitar, juga jalan, yang tidak saling tersambung memicu banjir atau kemacetan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Tangsel menunjukkan, kondisi jalan raya di Tangsel secara garis besar dalam keadaan baik. Panjang jalan dengan kondisi baik juga meningkat tiap tahun, yaitu 219,45 kilometer (km) pada 2018 dan 376,85 km pada 2019. Namun, kondisi jalan raya di Tangsel yang rusak juga meningkat. Pada 2018, panjang jalan yang rusak mencapai 1,13 km. 

Jumlahnya naik menjadi 1,25 km pada 2019. Adapun panjang jalan yang rusak berat terdata sepanjang 0,32 km pada 2018 dan naik menjadi 1,13 km pada 2019. Total panjang jalan di Tangsel pada 2018 tercatat 227,14 km dan pada 2019 sepanjang 384,68 km.

Dilihat dari data diatas, bisa disimpulkan bahwa BSD lebih maju karena besarnya peran swasta.ini juga diakui Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany yang mengatakan sebanyak 80 persen lahan di Tangerang Selatan dikuasai swasta, baik perusahaan pengembang maupun perorangan. "Detailnya saya tidak hafal. Namun, yang pasti hanya 20 persen yang merupakan tanah milik pemerintah," kata Airin (Kompas, 2/8/2011).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun