Mohon tunggu...
Khairun Nisa
Khairun Nisa Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and Housewife

Seorang tenaga pengajar dan juga Ibu Rumah Tangga yang menulis di tengah - tengah kesibukannya

Selanjutnya

Tutup

Money

Edukasi Masyarakat untuk Membayar Zakat Melalui Amil

27 November 2017   13:34 Diperbarui: 27 November 2017   13:35 1258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zakat merupakan harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat -- syarat yang ditentukan dan penyalurannya juga telah ditentukan oleh agama. Banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa orang yang secara rutin menunaikan zakat pada umumnya tidak berhenti menunaikan zakat disebabkan bangkrut. Hal ini membuktikan bahwa zakat tidak mengurangi harta. Kewajiban membayar zakat diwajibkan bagi seluruh muslim jika telah tercapai nishab dan haulnya.

Pada masa khilafah zakat menjadi instrumen pemerataan kesejahteraan. Zakat dimasukkan ke dalam komponen anggaran pendapatan Negara yang dikelola melalui baitul maal. Ketika masa pemerintahan Abu Bakar, beliau sangat tegas terhadap orang -- orang yang tidak mau membayar zakat. Zakat digunakan untuk memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan si miskin. Pada masa beliau pula harta baitul mal tidak pernah menumpuk, karena selalu habis untuk dibagikan.

Pada masa Umar bin Khattab distribusi kekayaan menjadi semakin kompleks, sehingga kebijakan yang dilakukan didasarkan pada skala prioritas. Umar mendirikan beberapa departemen untuk memndistribusikan bantuan yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Selain itu Umar juga membentuk suatu komite untuk membuat laporan sensus penduduk sesuai dengan kelas masyarakat.

Zakat bukan bersifat charity atau kedemawanan biasa, mengingat zakat merupakan intrumen pemerataan kesejahteraan. Zakat hukumnya wajib sementara charity hukumnya sunnah. Sesuatu yang wajib sebaiknya dilakukan oleh perangkat pemerintahan dan layaknya menjadi salah satu sumber penerimaan Negara. Data Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) menyebutkan bahwa potensi zakat di Indonesia adalah sebesar Rp 217 triliun. Namun pada 2016, dana zakat yang terhimpun masih berjumlah Rp 5 triliun, yang berarti 1 % dari potensi zakat.

Zakat merupakan instrumen yang tepat untuk membantu tercapainya sasaran pembangunan nasional. Pendistribusian zakat yang tepat, efisien dan efektif dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pendistribusian dapat dilakukan secara terstruktur dan efisien hanya dapat dilakukan jika pengumpulan dana zakat itu dapat terukur. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah dan Ford Foundation mengungkapkan bahwa 61 persen zakat fitrah dan 93 persen zakat maal diberikan langsung pada penerima.

Hal ini menyebabkan penyaluran dana zakat tidak bisa efisien disebabkan tidak ada pencatatan yang valid mengenai masyarakat yang mana yang sudah menerima penyaluran dana zakat. Seringkali satu mustahik menerima dana zakat dari beberapa amil, dan sebagian lainnya tidak tersentuh dana zakat meskipun berhak menerima. 

Sisi lain jika dana zakat diserahkan pengelolaannya sepenuhnya kepada Negara, masyarakat sudah mengalami krisis percayaan. Penyakit yang mewabah di sistem pemerintahan Indonesia adalah penyalahgunaan keuangan Negara. Pemerintah perlu mempertimbangkan potensi dana zakat dan kemungkinannya dalam menyelesaikan permasalahan gap kemiskinan di Indonesia. Masyarakat juga perlu diedukasi terkait perbedaan pengelolaan dana zakat yang berbeda dari dana charity lainnya.

Dimuat di Harian Orbit, Jum'at 10 November 2017                                                

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun