Mohon tunggu...
Nisa Azizah
Nisa Azizah Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Lahir di Pacitan dan tertarik untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rampung

3 Desember 2020   08:32 Diperbarui: 3 Desember 2020   08:49 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti November yang berlalu, rasa sakit juga akan menghilang. 

***

Kata orang, SMA adalah masa sekolah paling indah, penuh warna, dan kesenangan masa remaja. Bagiku, SMA adalah perjuangan setiap hari, seperti ketika aku masih kecil, masuk sekolah dasar, lanjut di SMP, dan hari-hari menunggu MOS. Hidup memang indah, tapi berbeda-beda untuk masing-masing orang. Seperti ketika aku harus bekerja untuk melunasi buku cetak sementara teman-temanku bermain handphone di selasar sekolah, ini adalah hidup indah milik kami dalam versi yang berbeda.

Aku tidak pintar. Itulah yang ku yakini sejauh ini. Ranking dua paralel adalah capaian yang aku usahakan mati-matian. Agar bapak ibuku yang petani tersenyum girang ketika pembagian raport dan anaknya mendapat nilai tertinggi di kelas. 

Maka suatu ketika aku menduduki peringkat pertama dan tidak mendapat apa-apa dari pihak sekolah--tidak seperti si peringkat pertama biasanya yang menerima banyak ucapan selamat dan bingkisan hadiah--aku memilih untuk tidak kecewa. Bersikap seperti siswa paling bahagia di dunia dengan hidup indahnya yang tiada dua. Sampai lupa kalau kemarin sebelum ujian, ibuku berhutang ke tetangga untuk pelunasan SPP dan Bapakku menjual kambingnya yang hanya seekor untuk membeli seragam sekolah yang baru, untuk anaknya yang berangkat sekolah dengan baju begitu lusuh. 

Hidup bukannya tidak adil, hanya saja adil tidak mesti sama. Si peringkat pertama biasanya adalah anak orang kaya, cantik, dan humble. Lalu ketika tiba-tiba anak orang biasa, kumal, dan tidak pandai bicara menduduki peringkat pertama, rasanya wajar banyak yang kecewa alih-alih bangga dan memberi penghargaan. 

Yang kusadari kemudian, ini adalah keindahan hidup yang Tuhan berikan untuk aku syukuri sendirian. Upah untuk kerja keras yang benar-benar keras, menyabit rumput, memberi makan domba, mencangkul di sawah, menanam padi, panen, dan membersihkan kandang. Si peringkat pertama yang tidak biasanya ini sungguh telah bekerja amat keras.

Hidup terus berlanjut. Bangku SMA menjelma tempat suci yang harus aku datangi setiap hari. Tiketnya hanya satu, bekerja lebih keras, belajar lebih deras. Tahun pertama yang kacau, tahun kedua yang melelahkan, dan tahun ketiga yang mencekik. Aku melewatinya dengan senyum sembrono. 

Statusku dari anak orang biasa berubah menjadi anak orang tidak punya. Melihat bagaimana orang tuaku bekerja dengan sungguh-sungguh, memenuhi kebutuhanku dengan penuh, maka penilaian orang saja yang membuatku melarat. Sebab bapak ibuku kaya akan rasa cinta dan tanggung jawab yang membuatku tidak kekurangan apa-apa. Hanya saja, teman-teman sekolahku memang benar-benar anak orang kaya. 

Sampai akhir, aku si ranking dua, yang tidak mendapatkan ucapan selamat dan bingkisan hadiah seperti si peringkat pertama biasanya. Naasnya, aku malah jatuh cinta ke si ranking tiga, anak orang kaya yang lain, dan sosok yang direstui satu sekolah untuk menjadi pasangan si rangking pertama biasanya. Atau mungkin juga seseorang yang diberi uluran cinta oleh si peringkat pertama biasanya. 

Hidupku yang indah masih tetap indah, hanya saja nuansanya berbeda. Aku baik-baik saja bahkan ketika jatuh cinta sendirian, sayangnya aku patah hati saat hari kelulusan. Karena melamun panjang ketika mendengarkan pidato perpisahan, aku mendadak sadar akan kenyataan, bahwa nomor dua selamanya berada setelah nomor pertama. Dan nomor tiga, tidak ada yang manjadikannya terikat dengan nomor dua kecuali dalam hal semacam faktor prima dari enam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun