Mohon tunggu...
Retno Wahyuningtyas
Retno Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Human Resources - Phenomenologist

Sedang melakoni hidup di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bagaimana Mengenal Trauma?

17 Oktober 2017   15:49 Diperbarui: 18 Oktober 2017   09:33 1149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Trauma bisa dipulihkan dengan menguatkan diri sendiri atau dibantu oleh pihak tertentu (psikolog, psikiater, konselor, dan sebagainya). Dalam kegiatan workshop penanganan trauma pada survivor, kurang lebih 15 peserta diajak untuk mengenali definisi dan gejala trauma, mengidentifikasi seseorang yang pernah mengalami trauma, dan yang terpenting adalah mendiskusikan penanganan : validasi dan skill building. Kegiatan workshop diawali dengan perkenalan lewat ice breaking singkat, bertujuan untuk mengajak semua peserta berkenalan dan menciptakan suasana yang aman dan nyaman. Aman yang dimaksud bahwa setiap cerita yang diutarakan adalah pembelajaran dalam diskusi kelompok dan dijamin kerahasiannya. Fasilitator membuka kegiatan workshop ini dengan baik : kita sepakat bahwa ini ruang yang aman maka setiap orang bertanggungjawab atas kepercayaan yang diberikan. Ini manis sekali.

Trauma adalah luka emosional atau fisik, akibat sesuatu yang sangat mengganggu baik kejadian yang tunggal maupun kejadian yang digabungkan atau menghubungkan pada kejadian tertentu. Trauma bukan menitikberatkan pada peristiwa, tetapi pengalaman seseorang terhadap peristiwa itu yang menentukan apakah itu traumatis atau tidak. Misalnya satu peristiwa meskipun memiliki pola yang sama, tetapi ruang, waktu, dan interpretasi bagi korban menimbulkan pengalaman yang berbeda

Pada kasus pelecahan seksual, banyak korban yang kemudian mengalami ketakutan bila berjalan di tempat gelap saat malam hari, mendapatkan siulan atau catcall di jalan, dan lain sebagainya. Interpretasi peristiwa yang berbeda tidak lantas menyudutkan pihak lain sebagai subjek yang berperilaku berlebihan atau lebay, karena ini menyangkut dampak traumatis bagi yang mengalami. Jangan melulu menggunakan cara pandang kita yang mungkin saja salah, maka kita perlu belajar mengenal bentuk kekerasan di ruang publik meskipun ancaman terjadi kekerasan juga banyak terjadi di ruang domestik dan kadang pelaku adalah orang yang paling dekat.

Trauma juga bisa menjadi gangguan psikologis (Post Traumatic Stress Disorder/ PTSD) ketika stres akibat trauma fisik dati atau emosional mengakibatkan perilaku disfungsional kronis atau keadaan psikis yang berdampak negatif pada kehidupan seseorang. Faktanya sekitar 30% orang yang mengalami trauma lalu berkembang mengembangkan PSTD. Maka yang paling penting dicatat menurut fasilitator bahwa kita bisa mengekspresikan gejala trauma tanpa memenuhi kriteria penuh untuk PTSD.

Gejala trauma memiliki beberapa bentuk yakni :

1. Gejala fisik meliputi ada bagian tubuh yang tiba-tiba sakit mendadak padahal bila dibawa ke dokter tidak menunjukkan sakit apa-apa, jadwal tidur, selera makan, dan jadwal makan yang berubah drastis, kehabisan energi dan merasa sangat lelah tanpa ada riwayat aktivitas yang padat, meningkatnya keringat, detak jantung, gelisah, dan muka menjadi pucat.

2. Gejala emosional meliputi mood yang berubah, menjadi sangat panik ketika terjadi sesuatu, feeling numb,mudah terkejut, menjadi sangat marah yang tidak terkontrol, sentimen, sangat pemalu, kaku, menarik diri, tidak percaya diri, sedih, depresi, sangat stres, merasa kecewa, gembira dan sedih yang meluap-luap dalam waktu sekaligus.

3. Gejala Kognitif meliputi susah mengingat sesuatu, susah konsentrasi, merasa bingung, merasa linglung, mudah terdiktrasi, menarik diri dari kelompok, mengalami gangguan pikiran/ memori selalu mengarah pada kejadian trauma.

4. Gejala Perilaku meliputi gangguan saat malam hari atau ketika sendirian, peilaku yang impulsif, prilaku kecanduan (sex, makanan, obat, alkohol, dll) yang menjadi pengalihan, mengisolasi diri, menjadi sangat meledak-ledak/ kasar, sering menangis dalam kondisi yang tidak terkontrol, selalu mengelak atau berusaha sangat menjauhi sesuatu hal yang dapat mengingatkan pada ingatan tentang trauma.

Ke empat bentuk ini dapat dilakukan untuk mengidentifikasi apakah diri sendiri tergolong dalam trauma atau tidak. Cara ini juga dapat memandu kita (baik yang bekerja sebagai konselor pendamping ataupun yang seringkali menjadi tempat curhat) untuk mendeteksi kondisi klien saat curhat. Dalam kasus kekerasan seksual, korban biasanya tidak akan menceritakan peristiwa yang dialami karena menganggap hal itu adalah suatu aib. Maka secara personal, kemampuan ini menjadi alat pertolongan pertama ketika kamu sewaktu-waktu menjadi tempat curhat teman atau saudara dekatmu, kuncinya adalah mendengarkan semua ceritanya tanpa memberikan justifikasi dan memberikan interupsi apapun karena kebutuhan utama korban adalah didengarkan. Menurut data Komnas Perempuan tahun 2017, setiap 2 jam terdapat 3 perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Mempersiapkan diri mengenal trauma adalah upaya yang baik untuk berpartisipasi dalam gerakan menolak kekerasan seksual. Karena proses belajar sebaiknya dimulai dari diri sendiri.

Di kegiatan ini peserta juga diajak untuk belajar tentang bagaimana menjadi pendengar yang baik, misalnya menyediakan diri, memperhatikan posisi beberapa bagian tubuh. Menurut pengalaman saya pribadi sesi ini tentu latihan yang tidak mudah, karena selama ini lebih banyak ingin mendominasi sebagai pihak yang ingin didengarkan dibanding mendengarkan 'suara-suara' di sekeliling saya. Sesi ini juga melatih kesabaran dan merawat kewarasan, upaya menahan diri yang merupakan sikap mental yang jarang sekali ditemui saat ini.

Selamat belajar menerima diri :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun