Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mega Tunjuk Puan Dampingi Jokowi: Macan Tutul Itu Kelompok Penentang Puan Cawapres

18 Mei 2014   08:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:24 2357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sehari usai deklarasi koalisi dukugan kepada Jokowi hari Rabu (14/04/2014), Nehemia Lawalata menyebut bahayanya "Macan Tutul di Kandang Banteng" Apa maknanya dan siapa yang dimaksud oleh Nehemia dan Mega. Ternyata kelompok Macan Tutul adalah faksi di PDIP yang menentang pencawapresan Puan Maharani. Pernyataan Nehemia yang dekat dengan Mega ini banyak tak dipahami. Ternyata pernyataan itu merupakan gelagat Mega mencawapreskan Puan Maharani. Rencana itu kembali muncul ketika kepastian Golkar menjadi pendukung Jokowi. Nah, kelompok atau faksi Macan Tutul di PDIP mengingatkan bahayanya Mega mencawapreskan Puan Maharani dan bisa menjadi kartu mati bagi Jokowi dan PDIP. Bagaimana Mega mulai kembali ingin agar Puan maju sebagai cawapres dan apa penyebabnya?

Setelah memenangi pileg, PDIP sempat kecewa dengan perolehan suara kurang dari 20%. Namun seiring berjalannya waktu, Jokowi dan PDIP tampil cekatan dan mampu menarik minat partai koalisi. Eelektabilitas Jokowi pun tetap tinggi dalam menatap pilpres 9 Juli 2014. Dengan dukungan yang demikian kuat, Jokowi sebagai capres diperkirakan akan memenangi pilpres. Peluang menang dalam pilpres yang besar itu ternyata mengusik Megawati Soekarnoputri untuk menyelipkan Puan Maharani sebagai cawapres mendampingi Jokowi.

Pertama, Mega mendukung Jokowi setengah hati. Mega merasa bahwa memberikan kesempatan kepada Jokowi bisa berakibat buruk bagi hegemoni Mega di kancah politik. Sikap Jokowi yang ternyata taktis dan pede dengan posisinya sebagai ‘suruhan dan pekerja PDIP' membuat Megawati khawatir ketika Jokowi menjadi presiden tak dapat dikendalikan oleh Megawati.

Kedua, faktor dukungan koalisi gemuk PDIP (18%), PKB (9%), NasDem (6%), Hanura (5%) dan Golkar (14%) yang begitu dominan dengan dukungan hampir 50% suara jelas membuat keyakinan menang Jokowi yang didukung oleh Megawati dipastikan meningkat.

Ketiga, faktor cawapres yang dianggap tak penting terkait elektabilitas tinggi Jokowi. Kalkulasi tentang cawapres siapapun tak masalah dan Jokowi sebagai calon presiden tetap akan menang, membuat pertimbangan rasional Megawati yang memertimbangkan Jusuf Kalla, Abraham Samad, dan Mahfud MD berubah haluan dengan melirik Puan Maharani.

Keempat, unsur faksi di dalam PDIP sendiri yang disebut Megawati sebagai "Macan Tutul di Kandang Banteng" - kelompok rasional yang menentang Puan Maharani sebagai capres - bisa jadi menolak Mega memasang Puan Maharani sebagai cawapres. Macan Tutul pun dikritik oleh Megawati yang merupakan langkah menentang pencapresan Puan Maharani.

Tanda-tanda Mega akan nekat mencawapreskan Puan dapat dibaca dari berbagai pernyataan dukungan dari dalam PDIP - yang sebenarnya kelompok anti Jokowi dan Mega di dalam tubuh PDIP. Kelompok ini selalu tak sejalan dengan rasionalitas Macan Tutul yang sangat militan mendukung PDIP secara idiologis. Sementara kelompok faksi tertentu yakni gerbong KNPI yang bercokol di dalam PDIP bekerja sebagai double agent yang membela kepentingan di luar PDIP. Kelompok ini yang sering bersikap tidak rasional dan sering memengaruhi Megawati mengambil sikap salah. Contohnya pada saat Megawati berkuasa, kasus 27 Juli 1996 tidak didorong diselesaikan. Bahkan Mega tak datang pada peringatan 27 Juli pada tahun 2003 ketika Mega tengah menjabat sebagai Presiden RI.

Nah, karena terlalu pede dan yakin bahwa (1) Jokowi dipasangkan dengan siapapun cawapresnya akan menang akibat (2) dukungan koalisi PDIP, PKB, NasDem, Hanura dan Golkar yang mendekati suara 50% (2) posisi wapres dianggap hanya pelengkap Jokowi yang elektabilitasnya tinggi, (3) cita-cita menyelipkan Puan Maharani sebagai cawapres dari Megawati dan trah Soekarno, (4) adanya faksi penentang Puan Maharani dan pendukung Puan Maharani sebagai cawapres di dalam PDIP, dan (5) intervensi penjerumusan kepada Megawati agar mencalonkan Puan karena Puan bisa menjadi kartu mati.

Jika Mega nekat mencawapreskan Puan Maharani, maka itu merupakan sikap bunuh diri politik Mega dan PDIP yang ditunggu oleh kubu lawan yakni Prabowo dan anasir yang tak menginginkan Jokowi menang dan juga anti perubahan baik yang ada di dalam PDIP maupun di luar PDIP. Akankah Mega tetap nekat menunjuk Puan Maharani dengan risiko yang harus dibayar dukungan terhadap Jokowi melemah dan dipastikan Jokowi akan kalah melawan Prabowo?

Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun