Saya bagai menemukan sebuah pemandangan baru di tengah bising nya kendaraan di kota Jakarta.
Kebisingan lalu lintas yang memadati kota Jakarta tak berdampak khusus pada alat transportasi jaman baheula ini. Meskipun sering mendengar dan melihat atau membaca informasi di media mengenai getek, akhirnya saya menemukan sendiri keberadaan jenis transportasi unik tersebut. Lokasinya tidak jauh dari tempat saya tinggal. Perjalanan dari rumah ke dermaga getek mungkin sekitar 5 menit.
Aroma keunikan dari transportasi  ini begitu terasa setiap kali saya mengantar anak pergi ke sekolah. Pelajar silih berganti naik dan turun. Raut wajah menikmati perjalanan unik dan mengesankan selalu saya temukan di wajah anak saya.
Alih-alih ngobrol dengan operator getek, ternyata 'kapal ferry' tersebut sudah berlangsung selama 3 generasi. Diprakarsai oleh Pak Kasno dan dua temannya, mereka membangun jalur freeway atau bebas hambatan untuk memudahkan penyeberangan dari 'pulau ke pulau'.
Dengan modal yang dikeluarkan oleh Pak Kasno dan teman-teman, akhirnya jadilah getek penghubung. Bahkan untuk perawatan perahu getek tersebut pun dikumpulkan dari hasil tarikan. Penggantian papan kayu, cat, dan mesin dilakukan secara berkala sebagai bentuk perawatan.
Air sungai yang mengalir dan ikan-ikan yang berloncatan ke permukaan menjadi ajang pertunjukan kecil yang mengesankan, meskipun perjalanan yang saya tempuh hanya 1 menit. Jaraknya memang tidak panjang, tetapi saya menikmati perjalanannya.
Oiya, saya menulis ini bukan untuk menyingkirkan "perahu ferry" ini tetapi karena transportasi langka dan unik ini masih ada di Jakarta. Karena saya tidak ingin menghilangkan mata pencaharian orang lain.
Ada yang menanggapi kisah ini dengan akan membuatkan jembatan bagi anak-anak untuk menyeberangi sungai kecil Karen berbahaya (jika banjir). Kemudian saya jawab, 'kalau banjir tidak beroperasi dong' (dengan kesal).
Perahu itu digunakan oleh masyarakat setempat sebagai jalan pintas agar tidak jauh menempuh perjalanan ke seberang. Jaraknya lumayan memakan waktu jika menggunakan kendaraan seperti motor atau sepeda juga mobil..belum macetnya. Nah salah satu yang bisa dimanfaatkan adalah perahu getek tersebut. Semoga bisa selamanya perahu sederhana itu memberikan kemudahan khususnya bagi siswa sekolah.
Perawatan untuk membuat perahu itu tetap beroperasi di ambil dari biaya penarikan untuk menyeberang. Penggantian kayu dilakukan secara berkala dan ternyata biaya yang dikeluarkan juga tidak sedikit.
"Alhamdulillah cukup untuk menghidupi keluarga". Kalimat itu mengakhiri perjalanan dan kekepoan saya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI