Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membaca sebagai Asupan Gizi terhadap Pola Pikir Seseorang

3 Juli 2020   05:24 Diperbarui: 3 Juli 2020   17:00 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku saat waktu luang (Sumber: www.pixabay.com/stocksnap)

Membaca itu seperti roh, jika tidak membaca maka raga itu seperti mati. Jika makanan menyokong jasmani agar sehat, maka membaca bermanfaat bagi pembentukan mindset, asupan gizi untuk jiwa kita.

Sehat atau tidak tergantung kita, apakah bacaan itu positif atau negatif untuk dikonsumsi. Kesemuanya kembali ke diri masing-masing.

Makanan dan bacaan, keduanya sama-sama dibutuhkan.Tinggal kita memilah-milah mana yang bermanfaat atau sebaliknya. Jangan ditelan-mentah-mentah.Kritis berpikir itu perlu dong!

Sebagai manusia yang hidup di tengah masyarakat di era millenial ini, ketika kita minim ilmu pengetahuan atau informasi, maka bukan tidak mungkin kita melakukan hal yang bodoh atau bahkan terperosok ke dalam masalah.

Seperti yang saya alami ketika pertama kali menjadi warga Kompasiana. Saking semangatnya sudah menjadi Kompasianer, tanpa membaca terlebih dahulu, tanpa mempelajari terlebih dahulu, dengan lincahnya dan secara ekspres saya mulai menulis.

Lalu apa yang terjadi? Semua tulisan saya berantakan.Pokoknya amburadul parah. Sungguh memalukan! Tapi apa boleh buat, ya ... buat apa yang boleh.

Generasi millenial yang lahir di era handphone dan internet sangatlah beruntung. Meskipun pada sebagian orang masih kurang tepat cara pemanfaatannya.

Namun masih banyak di luar sana yang memanfaatkannya sebagai alat pintar menuju ke arah yang bukan tidak mungkin menjadikan seseorang menjadi cerdas oleh benda ajaib itu.

Tak perlu dilarang anak-anak menggunakan gawai. Toh gawai juga bisa dimanfaatkan sebagai benda untuk memacu minat membaca. Hanya saja perlu pendampingan serta pengawasan ekstra ketat mungkin. Mengapa demikian?

Sebab, fitur-fitur vulgar bertebaran di mana-mana, dengan mudahnya mereka mengaksesnya sendiri, padahal belum layak mereka tonton.

Di sisi lain, benda tersebut banyak menawarkan beragam informasi yang bermanfaat untuk anak-anak hingga orang dewasa. Tak sekadar teori, tetapi mampu meringkus otak seseorang, mengimplementasikannya menjadi sebuah karya.

Mindset yang tadinya berongga bahkan kosong-melompong akhirnya dapat terisi oleh hal yang bermanfaat karena membaca isinya. Membaca merupakan vitamin, asupan gizi terhadap pola pikir seseorang. Membaca mampu mengubah mindset seseorang, dari yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa.

Malas membaca menjadikan otak kaku dan nalar tidak jalan. Jika minat baca itu sudah ada dan sudah tumbuh di dalam hati serta pikiran, maka terasa ada kenikmatan tersendiri.

Anak-anak membaca buku (Sumber: uihere.com)
Anak-anak membaca buku (Sumber: uihere.com)
Membaca sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dan dapat mencerdaskan diri agar tak diremehkan orang. Minimnya pengetahuan seseorang karena kurang membaca mengakibatkan kebodohan. Membaca merupakan vitamin serta asupan gizi untuk menangkal penyakit kebodohan itu.

Kalau ditanya siapa yang mau keluar dari lingkup kebodohan? Jawabannya adalah saya salah satunya. Bagaimana dengan Anda?

Saya khawatir, ketika ada hal yang ditanyakan tentang sesuatu yang sesungguhnya jika disetarakan dengan usia atau kedudukan seseorang, seharusnya tahu, tapi ternyata tak bisa dijawab.

Tak usah apa kata dunia, tapi apa kata hati? Malu! Rasa malu karena kejadian seperti yang saya alami itu sangatlah sulit untuk dilupakan. Masih untung tak dikucilkan.

Betapa yang saya rasakan sebagai pendatang baru di Kompasiana benar-benar luar biasa. Sudah membuat kekeliruan tapi diberi komentar yang membuat saya melambung tingi di awan oleh para senior, tanpa saya sadari, itu sebuah kesalahan fatal. Haha..

Tapi jika tak segera bangkit, apa jadinya? Asal seruduk lagi! Nah solusinya? Membaca. Karena membaca maka saya akhirnya jadi tahu jalan keluarnya.

Setelah insiden kecil itu, saya mulai menapak tilas ( baca Puisi Maya) barulah saya sadar. Akhirnya muncul tulisan saya yang berjudul "Maya". Dan entah malaikat dari mana datangnya, ia berbisik persis di telinga saya.

"Kamu itu sudah salah, Nik! Tapi tak apa, jangan berkecil hati. Nanti juga kamu akan tahu sendiri!" katanya sambil membelai-belai hati saya. Membuai-buai pikiran saya. Melenakan nyali saya, dan sedikit mengombang-ambingkan jiwa saya.

Dari situ pula muncullah tulisan saya berjudul "Anugerah". Rasa syukur itu ada pada kalimat-kalimat terakhir pada akhir tulisan tersebut.

Jadi, teruslah membaca, agar bisa keluar dari kebodohan. Jangan pernah kendur dari apa yang dinamakan membaca, sebab membaca adalah vitamin, asupan gizi dalam pembentukan mindset. Semoga bermanfaat!

NK/03/07/2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun