Di tengah kondisi ekonomi yang semakin menantang, banyak pesantren kecil di Indonesia menghadapi tekanan ganda berupa keterbatasan dana operasional dan tuntutan untuk tetap relevan di tengah perubahan zaman. Tidak sedikit dari mereka yang bergantung sepenuhnya pada donatur, sehingga keberlangsungan pendidikan pun sering kali terancam bila bantuan tidak stabil. Padahal, pesantren memiliki potensi besar bukan hanya sebagai lembaga pendidikan agama, tetapi juga sebagai ruang pembinaan karakter, pusat solidaritas sosial, bahkan penggerak ekonomi berbasis komunitas.
Dalam realitas tersebut, muncul sejumlah pesantren yang mencoba bangkit dengan jalur berbeda, yakni dengan membangun kemandirian ekonomi berbasis potensi lokal. Mereka merintis usaha, memberdayakan santri, melibatkan masyarakat, dan menciptakan sistem yang tidak hanya menopang kebutuhan pesantren, tetapi juga memberi manfaat langsung bagi lingkungan sekitar.
Salah satu contoh nyata dari semangat kemandirian tersebut adalah Pondok Pesantren Al-Kamaliyyah, sebuah pesantren yang tumbuh dari tekad kuat untuk menciptakan pendidikan gratis dan berkualitas bagi masyarakat. Pesantren ini berdiri sejak tahun 2018 dan berlokasi di RT.01/RW.12, Semplak, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Didirikan dan diasuh langsung oleh Ustaz Syahrul Adam, Al-Kamaliyyah memiliki tujuan utama mengenalkan pendidikan agama kepada anak-anak sekaligus menjadi pesantren mandiri yang terbuka untuk masyarakat sekitar. Fokus pendidikannya terletak pada pembentukan karakter Islami sejak usia dini melalui program formal seperti Taman Kanak-Kanak (TK) dan pengajaran Al-Qur'an.
Hingga saat ini, Pondok Pesantren Al-Kamaliyyah membina sekitar 30 santri dari jenjang SD hingga SMA, yang sebagian besar berasal dari wilayah sekitar pesantren. Meski jumlah santrinya belum banyak, Al-Kamaliyyah terus berkembang dengan semangat untuk memberikan pendidikan agama yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Keberadaannya tidak hanya memperkuat nilai-nilai keislaman di lingkungan sekitar, tetapi juga menumbuhkan semangat kemandirian, kerja sama, dan kepedulian sosial di kalangan santri dan warga desa.
Di balik semangat pemberdayaan yang terus digalakkan, Pondok Pesantren Al-Kamaliyyah masih menghadapi sejumlah tantangan mendasar yang tak bisa diabaikan. Dari sisi ekonomi, unit usaha peternakan ayam yang dijalankan belum mampu menghasilkan keuntungan signifikan. Di sisi lain, para pengelola belum mendapatkan pelatihan teknis yang memadai, sehingga pengelolaan masih mengandalkan informasi dari sumber tidak resmi. Hal ini membuat produktivitas kurang optimal. Tantangan eksternal pun tak kalah berat. Serangan penyakit dan gangguan binatang liar sering kali mengancam keberlangsungan usaha, apalagi lokasi kandang yang terpisah dari kompleks utama pesantren membuat pengawasan menjadi lebih sulit.Â
Keterlibatan santri dalam kegiatan ekonomi masih terbatas, padahal potensi mereka sangat besar jika diberi ruang dan pembinaan. Dukungan dari lembaga desa seperti BUMDes pun belum berjalan optimal. Di tingkat masyarakat, rendahnya kesadaran terhadap pengelolaan sampah masih menjadi masalah, ditambah lagi dominasi praktik bank keliling yang membebani warga dengan bunga tinggi. Semua permasalahan ini menunjukkan bahwa kemandirian pesantren bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan strategi yang terarah dan kolaborasi yang lebih luas agar Al-Kamaliyyah benar-benar dapat menjadi pusat pendidikan sekaligus motor penggerak ekonomi umat di tingkat lokal.
Meski berbagai tantangan menghadang, secercah kontribusi nyata mulai muncul dari lingkungan sekitar pesantren. Kehadiran warung kecil milik warga dan inisiatif bank sampah menjadi bukti bahwa ekonomi lokal mulai bergerak. Namun, hambatan struktural seperti belum adanya koperasi dan keterbatasan akses permodalan masih membatasi langkah lebih jauh. Ustaz Syahrul menegaskan pentingnya sinergi dengan BUMDes, apalagi 60% warga desa berada di usia produktif. Dengan gotong royong sebagai nilai utama, Al-Kamaliyyah diharapkan menjadi pusat pendidikan dan pemberdayaan ekonomi umat secara berkelanjutan.
Sebagai ikhtiar membangun kemandirian ekonomi berbasis nilai-nilai keislaman, Pondok Pesantren Al-Kamaliyyah mengembangkan berbagai unit usaha produktif yang melibatkan partisipasi santri dan masyarakat sekitar. Usaha-usaha ini tidak hanya bertujuan menopang keberlangsungan operasional pesantren secara mandiri, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran dan pemberdayaan. Dengan pendekatan ini, pesantren ingin menunjukkan bahwa lembaga pendidikan agama mampu berperan sebagai penggerak ekonomi umat dari level akar rumput, tanpa mengabaikan nilai-nilai spiritual dan sosial. Sebagai salah satu wujud nyata pemberdayaan ekonomi, terdapat Kamaliyyah Farm yang merupakan sebuah inisiatif peternakan ayam pedaging dan dikelola secara profesional, namun tetap membawa semangat pemberdayaan masyarakat
Salah satu bentuk konkret dari upaya pemberdayaan ekonomi tersebut adalah Kamaliyyah Farm, yang merupakan sebuah inisiatif peternakan ayam pedaging dan dikelola secara profesional, namun tetap membawa semangat pemberdayaan masyarakat. Warga sekitar diberdayakan sebagai tenaga kerja utama, sementara para santri hanya dilibatkan sebagai pembantu dalam kegiatan operasional harian serta memberi mereka pengalaman tanpa membebani kewajiban belajar mereka. Fokus utama usaha ini adalah menjual daging ayam ke mitra tetap, dengan harga Rp75.000 per ekor untuk ayam berbobot 1,4--1,6 kg. Sementara itu, telur ayam tidak dijual melainkan dimanfaatkan untuk regenerasi bibit demi menjaga keberlangsungan produksi. Perawatan ayam dilakukan dengan cermat hingga masa panen, agar kualitas dan kuantitas tetap terjaga. Meski demikian, hingga saat ini, hasil penjualan baru cukup untuk menutupi biaya modal dan belum mampu memberikan keuntungan nyata bagi pesantren.Â
Mengelola usaha peternakan ayam di lingkungan pesantren tentu bukan perkara mudah. Kamaliyyah Farm, unit usaha milik Pondok Pesantren Al-Kamaliyyah, menghadapi berbagai tantangan dalam pengembangannya. Salah satunya adalah tingkat ketergantungan yang tinggi pada keberlangsungan hidup ayam sebagai aset utama. Pengurus perlu memastikan ayam-ayam tersebut tumbuh sehat dan tahan terhadap serangan penyakit yang bisa berdampak pada keberlanjutan usaha. Langkah preventif pun telah dilakukan dengan pemberian pakan dan vitamin yang berkualitas serta pemantauan kondisi kandang agar tetap mendapatkan paparan cahaya matahari yang cukup dan menjaga kelembaban kandang di tengah cuaca yang tidak menentu.Â
Meskipun demikian, belum semua risiko bisa dieliminasi secara maksimal. Situasi ini diperparah dengan adanya ancaman eksternal dari binatang buas di sekitar lingkungan peternakan yang lokasinya terpisah dari komplek pesantren. Pengawasan ini juga membutuhkan perhatian ekstra dan pengetahuan teknis dari para pengurus. Sayangnya, keterbatasan dalam hal pelatihan teknis menjadi tantangan tersendiri bagi Kamaliyyah Farm. Para pengelola usaha sebagian besar masih mengandalkan informasi dari YouTube atau diskusi informal sesama peternak, tanpa pelatihan formal dari lembaga profesional. Hal ini membuat pengembangan kapasitas sumber daya manusianya masih terbatas dan potensi inovasi di bidang peternakan belum tergali secara optimal.